Tuesday, 14 November 2017

Bola Pencabut Nyawa

Dunia pesepak bolaan Indonesia kembali berduka, salah satu supporter klub ibukota, Persija Jakarta, terenggut nyawanya karena dibacok oleh oknum yang katanya dari Bobotoh Viking.

Saya sedang tak ingin menyalahkan ini itu, hanya saja melihat peristiwa yang terjadi di lapangan. Menunjukkan bahwa belum dewasanya sepak bola Indonesia. Baik dari sisi internalnya, maupun eksternalnya.

Setelah kemarin Bhayangkara FC resmi menjadi juara Liga 1 dengan penuh kontroversi di baliknya, sampai kejadian terbaru ini. Rasanya tidak ada obat yang mampu menyehatkan penyakit kambuhan ini.

Rivalitas dalam sepak bola merupakan hal yang biasa, sekaligus rumit. Apalagi jika menyangkut supporter kedua kesebelasan. Selalu saja ada korban yang menjadi tumbalnya.

Sejatinya, sepak bola adalah ajang prestasi bagi pemain dan hiburan rakyat bagi masyarakat yang menikmatinya. Yang berkewajiban menunjukkan kualitas fisik adalah orang yang bermain, bukan orang yang mendukung dibelakangnya.

Sebagai orang yang berdomisili di Yogyakarta, saya mengagumi supporter PSS Sleman: Brigata Curva Sud. Mereka berhasil menunjukkan jati diri mereka sebagai orang-orang yang memiliki daya kreativitas tinggi.Tidak peduli tim mereka menang atau kalah, yang terpatri dalam hati mereka adalah memberikan semangat kepada pemain di lapangan. Tak ayal mereka sangat dikenal di kancah Asia lewat kreasinya.

Syahdan, sebagai Aremania, saya juga bangga akan orang-orang Malang. Meskipun sempat termakan oleh kontroversi dualisme, mereka tetap setia mendukung tim kebanggaan. Bahkan sudah lama sekali saya tak mendengar Aremania membuat onar, semoga tetap istiqomah.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa masih ada chant-chant supporter Indonesia yang bernada rasis, apalagi ketika melawan rival abadinya. Sebagai bagian dari mereka, saya merasa bahwa hal ini merupakan sesuatu yang lumrah, karena ketika kita menyanyikan chant tersebut, gelora jiwa kita lebih membara daripada menyanyikan chant yang lain. Yang pada akhirnya mempengaruhi mental pemain di lapangan, atau dalam istilah lain up mental dan down mental.

Tapi sebaiknya itulah batas terakhir dari sebuah rivalitas di lapangan. Selebihnya jadilah manusia seperti biasa. Jangan menjadi hewan yang buas setiap saat dan tak berakal.
Ingat, membunuh tak pernah dibenarkan oleh negara, bahkan semua agama.
Bangkitlah sepak bola Indonesiaku :)

Regards


Share:

0 comments:

Post a Comment