Friday 5 October 2018

Halusinasi

Pada mega-mega yang gemerlap dalam gelap. Mahligai berwarna-warni hadir saat mata terpejam. 
Merongrong sukma dan nestapa yang pengap lalu aku mulai hinggap pada setiap lekukmu--padamu.

Kata per kata aku semaikan di antara bibirmu. Diantara egomu, di antara segala yang mampu. Bisu mulai jadi percakapan kita. Sebab sudah tiada lagi jarak dan waktu. Hanya tersisa ingin dan percaya bahwa waktu sedang membeku tersipu. 

Matahari sudah naik. Pun rembulan sudah tanggal. Kita sudah tercabik oleh pelik disertai derap nafas tersengal. Kita bukan lupa atau terlena. Hanya menikmati kesederhanaan suasana.

Kita tidak berhalusinasi. Masih senja atau sedang berada di tengah lautan terbuka. Hanya sadar betul sedang berada di nirwana. 

Bebas tetapi tidak lepas. Menyatu bukan beradu. Dari awal mengawali. Hingga akhir mengakhiri. 

- 2018

Share:

Monday 1 October 2018

Salut

Ramai. Penuh. Sesak. Sulit. Aku mundur saja. Terlalu ramai. Aku tak suka berdesak-desakan. 

Namun kau terlihat nyaman dengan keramaian itu. Seandainya kau inginkan aku. Seharusnya sudah kau tarik diri dari keramaian itu. Seandainya kau pahami aku. Tak mungkin kau biarkan aku berjalan keluar sendiri tanpa dirimu menemani.

Seandainya rasamu selama ini nyata terhadapku. Kau pasti sudah menarik aku bersama dirimu kedalam sepi yang hanya ada kita. Sekali lagi, itu hanya seandainya. 

Karena kiti, lihatlah. Kau masih tetap dalam keramaian yang mungkin membuatmu bahagia. Tanpa menghargai aku yang pernah kau beri rasa.

Kau hebat. Kau bisa melakukan itu atas dasar ego mu tanpa sedikitpun memikirkan apa kabar hatiku yang telah kau isi salah satu ruangnya.

Aku. Salut. Padamu

- 1 Oktober 2018

Share:

Saturday 29 September 2018

Lelah

Susahnya menerima. Dari yang ada. Dari yang bersedia. Itulah yang membuatmu susah.

Bukan perihal melulu. Apalagi apa-apa yang terlalu. Tapi kenapa suka muluk-muluk. Ketika ada yang memudahkanmu?

Bukan aku memaksa. Tapi banyak yang berkata. "Hal kecil yang kau anggap sederhana. Nyatanya sering jadi luar biasa"

Kamu mungkin tak mau tau. Bahkan kamu berlari menjauh. Dari dia yang selalu menunggu. Dan mendoakanmu. Sebegitunya kamu?

Bermimpi itu memang tak apa. Tapi sayang, sadarlah. Yang kau cari ada di depan matamu. Lalu untuk apa repot cari jauh-jauh?

Suatu saat nanti. Ia pasti akan lelah. Dan bisa jadi. Kamu akan ada di-posisinya.

- 2018

Share:

Tuesday 25 September 2018

Hempasan

Senja ini. Masih terngiang sebuah kata. Diiringi rintikan hujan yang tiba-tiba menganggu ketenangan di sela-sela buluh kata itu. Mengiramakan kesedihan yang terukir di jiwa. Membiarkan saja sajakku melayang.

Berlembar-lembar ku biakkan kata. Kuhimpun berjuta kata dalam angan. Ku rangkai menjadi untaian kata nan indah.

Tapi saat ku persembahkan untukmu, angin menghempaskannya. Menuju bintang dan mengejarnya. Tiba-tiba ingin ku ambil kembali dan ku kubur dalam diam.

Terhanyut aku dalam kelam senja, dalam senyap hujan. Terdengar deras arus sungai air mata. Yang tak dapat ku tahan dan perlahan. Keluar menggenan di wajahku.

- Akhir Oktober 2018
Share:

Friday 21 September 2018

Takut Kalut

Rasanya takut. Terasa kalut. Dari banyak tulisan yang saya baca. Semua garis akan berlalu dengan tanpa kata lambat. 

Rasanya takut. Terasa kalut. Terpintas ujar terlambat sambil dibayang duka mendalam tersibak. 

Rasanya takut. Terasa kalut. Sat itu memang dihujami luka. Bukan lagi dalam lingkar manusiawi. Tidak ad lagi ikatan. Tidak ada lagi belas kasihan. 

Rasanya takut. Terasa kalut. Hanya ada bayang “kamu salah, kamu memang salah. Saya benar, saya memang benar”. Bukan lagi manusiawi. Semua berlalu. Semua tercecer habis-habisan. 

Hentak cercaan meredam. Kesunyian berkuasa mengambil alih. Tidak ada lagi tutur kata. Semua pihak memilih mencecar dalam diam. Diam, hingga tidak ada lagi ikatan yang tercetak jelas di permukaan. 

Share:

Tuesday 11 September 2018

Jangan

Jangan lupa membawa ponselmu ke manapun kamu pergi. Karena kamu sering kali tidak membuka pesan dariku. Jangan lupa membuka pesan dariku. Karena kamu sering kali menumpuk pesan dariku, Hingga berbulan-bulan lamanya.

Padahal kolom chatk-ku masih bertengger paling atas di ponselmu. Jangan lupa membalas pesan dariku. Karena kamu seringkali hanya membuka pesan dariku tanpa membalasnya. Hingga membuatku berasumsi bahwa kamu, hanya tak sengaja menekan kolom chat-ku yang sebenarnya tak ingin kamu balas.

Jangan lupa membaca semua pesan dariku yang menumpuk di kolom chat kita. Jangan lupa membaca semua pesan dariku yang menumpuk di kolom chat kita. Karena kamu seringkali mengacuhkan apa-apa yang aku tuliskan dan malah menggantinya ke topik lain.

Ah, persetan dengan semua pesan dariku yang tak kunjung kamu balas. Sejujurnya yang ingin aku utarakan adalah. Jangan lupakan aku. Karena perihal diriku, kamu adalah pelupa yang paling handal.

- GKB 1 UMM


Share:

Friday 7 September 2018

Kuberi Judul Bab Wafda


Masih terpampang jelas. Aku terakhir kali mengirim surat itu adalah pada tanggal 1 Mei 2018. Surat yang kutulis tanpa harapan dibalas. Karena aku pikir untuk apa dibalas. Toh semua juga telah berakhir. 1 minggu berlalu. Benar, tanpa ada balasan. Dan aku menyerahkan semua hasil surat-menyuratku kepada pangkuan-Nya.

Yups, itu terjadi pada suatu masa. Saat aku merasa terikat rasa dengan seseorang. Meskipun ia tak mengerti. Aku memilih bungkam. Sebab aku ragu-ragu orang lain akan mengerti dan aku takut mendengar jawaban yang akan orang berikan. 

Aku ragu sebab aku belajar banyak hal dari apa yang telah kulalui. Seperti matahari yang terbenam, klise menyebutnya senja. Orang menikmatinya dan mendadak puitis. Seperti itulah rasa percayaku. Tenggelam. Perlahan memudar menjelma malam. Aku menikmatinya, berat memang. 

Ya inilah hidup. Banyak hal-hal absurd tak terduga dan harapan-harapan yang pupus. Beruntung kita dilahirkan sebagai manusia. Yang masih memiliki akal sehat bagaimana menyikapi segala kemungkinan hidup yang akan kita hadapi. 

Terus terang, aku ingin sedikit bercerita. Tentang seseorang yang tak lagi membalas suratku. Seseorang yang pernah jadi candu bahagia. Iya. Aku terbuai dan tak bisa menolak. Aku tahu, percayamu tak bisa sama dengan percayaku. Dan aku sadar, sedikit kesamaan kita bukanlah sebuah cap jodoh. 

Tidak ada sesal. Hanya saja aku kesal.

Tapi aku sulit sekali merasa kesal dengan makhluk yang satu ini. Perempuan payah ini memang tidak pantas untuk diberikan rasa kesal. Ia masih suci bak bayi yang baru lahir. Masih lugu dan polos. Wawasannya kurang. Tidak tahu apa-apa.  

Beruntung dibalik kepayahan-nya ia menyimpan paras yang mempesona. Serta sifat kalem yang membuat orang feel like in the sky. Tidak percaya? Aku posting raut wajahnya dibawah deh. Yah, aku tidak bisa terlalu banyak menulis tentang nya. Ia terlalu baik sekaligus jahat. Ambigu memang. Aku tidak tega membeberkan semua yang kutahu tentangnya. Cukup aku saja. Hehe.

Terima kasih telah memberi perasaan bahagia karena disayangi. Disayangi walau sebatas teman, walau hanya serasa aku adalah kolega kamu, atau apa pun itu namanya. Terima kasih telah memberikanku bahagia. Walau sesaat. Walau tak panjang. Walau hanya untuk beberapa waktu. 

Terima kasih telah menakut-nakutiku sekaligus membela membelaku, ketika aku rapuh. Terima kasih telah menertawakanku sekaligus menenangkanku ketika cemas. Telah ada, ketika aku ingin bahkan ketika aku tak bisa berharap kamu ada. 

Terima kasih telah berpura-pura memarahiku, selalu mengomentariku, padahal hanya alasan agar kamu ada bahan untuk berbicara dengan saya. Terdengar terlalu percaya diri, diriku. Akhirnya, terima kasih kepada Tuhan yang telah mempertemukan kita, menyatukan kia dalam beberapa episode. 

Salam dariku, 




Share:

Wednesday 5 September 2018

Egois


Egois adalah aku yang mengaku rindu sudah di ujung buku. Cerita yang aku tutup beku dan maaf adalah semu. Apakah aku pemaaf bagi diri sendiri, atau sebuah alibi ketidakmampuan diri. 

Menjadi api dan pergi atau lari dari keinginan berbagi sepisebab aku kacau selalu-lagi. Keinginan menyimpan cahaya pagi diantara gemerlap rembulan dini hari adalah cara-cara mencegah senja pergi dari hati yang terluka. 

Ini bukan salahmu. Aku hanya penyair yang terlampau penyayang. Sampai-sampai samudera lupa pulang ke pangkuan ombak yang hilang. Aku tidak lagi ingin harap. 

Sebab memoir memar telah berbuat onar kepada sepasang kita yang biadab menyikapi rindu-rindu penyabar. Kita tak butuh apa-apa, tidak perlu aku atau kamu. Tetapi perlu diri sendiri sahaja. Sampai senja sudah tidak membiru.

- Ayu Tantri, bersama Dhifa dan kawan Tjokroaminoto


Share:

Friday 24 August 2018

Candu


Aku marah karena candu kata-katamu. Tak tahu darimana tapi ia membius. Menembus masuk hingga sakit. Cukup sakit untuk ku minta lagi dan lagi. 

Aku marah karena candu kata-katamu. Tak tahu bagaimana tapi ia menusuk. Merasuk diksi hingga jadi gila. Cukup gila untuk ku minta lagi dan lagi. 

Aku marah karena candu kata-katamu. Hingga aku tau bagaimana ia palsu. Mengikat mu erat hingga kamu tahu. Perlahan ia menang. Dan membunuhku. Katamu.

- Jagung Kelok Pujon, bersama Memel


Share:

Pemimpi


Aku bukan yang terpandai. Aku bukan yang tercakep. Aku bukan yang terhebat. Aku bukan yang sempurna. Bukan pula yang beruntung. 

Aku tak pernah mudah jalani setiap langkah. Tuhan tak izinkan itu. Aku mendagi cara terjal. Ketika yang lain retas sederhana. Ketika yang lain telah dapat yang mereka mau. Tuhan ingin aku masih terus berusaha. Ketika yang lain telah menari di atas awan. 

Aku hanya punya harapan-harapan. Aku hanya punya tekad. Aku hanya punya doa-doa. Aku hanya punya keberanian. Aku hanya punya cira-cita. Aku hanya bersama jerih payahku. Aku berharap melihat pelangi. Aku berharap melihat warna-warni. 

Dari hariku yang selalu hitam atau putih. Aku berharap bisa melukis senyum di wajahku sendiri. Aku berharap asaku terbayar. Aku berharap keringatku mongering. Berganti sinar cemerlang. 

Tapi mereka bilang. Aku pemimpi. Mereka bilang itu semu. Mereka bilang itu tak mungkin. Mereka bilang aku tak tahu diri. Karena berkhayal terlalu tinggi. Mereka mengelus punggungku dan berkata. 

Aku harus lapang dada. Aku harus merelakan. Menyadari. Merendahkan diri. Bahwa aku Cuma sedang bermimpi. Mereka memandangku dengan iba. Mereka berbelas kasihan. Mereka menarikku kebawah. Memaksaku jatuh. 

Aku terdiam. Menganggukkan kepala. Berbohong pada diri sendiri. Bahwa aku memang seorang pemimpi. Aku pemimpi yang memiliki harapan besar. Cita-cita besar untuk diraih. 

Dengan mimpi-mimpi itu akan kubuka pintu-pintu. Yang kata mereka tak mungkin. Karena aku seorang pemimpi akan kurawat jiwaku dalam mimpi-mimpi baikku yang senantiasa terjaga. 

Akan kubiarkan diriku ini hidup dalam mimpi yang membuatku bertekad untuk mewujudkannya. Lihatlah orang-orang besar. Bukankah mereka pemimpi juga? Mereka ditertawakan. 

Mereka lakukan hal yang orang bilang tak mungkin. Tapi mereka bertahan hidup didalamnya. Lalu mewujudkan mimpi-mimpi itu. Akan kulakukan hal yang sama. Karena aku memang seorang pemimpi. Yang akan lahir menjadi pelangi.

- Krewul Coffee, 25 Agustus 2018


Share:

Thursday 23 August 2018

Tertinggal


Kala itu, aku menemukan sebuah rahasia dalam dua bola mata. Tatapmu seolah menunjukkan cerita. 

Tentang rasa yang tertinggal. Tentang angan yang tak mampu kau gapai. 

Aku tak mampu berkata. Karena aku tak pernah ada dalam cerita.

- Jalitbar, bersama Intan dan Arsa


Share:

Tuesday 21 August 2018

Ujung Cakrawala


Kedamaian tanpa batas di ujung cakrawala. Kita menikmati pemandangan hidup dari pelataran surge. 

Melihat insan yang tak pernah lelah. Bercinta melawan arah kiblat. Berusaha keras menyantap titik-titik bahagia. Yang tersedia dalam sudut pandang. Tuhan yang kita anggap berbeda nama, menatap lembut kecupan sore hingga mebuat perangah hebat di mata cakrawala. 

Senja perlahan menghilang dari garis cakrawala. Semoga kamu tidak. Kau tahu? Seberapa jauh pun kita. Tetap. Kau milikku, dan kumilikmu. 

Sama halnya senja perlahan menghilang di ujung cakrawala. Tapi tak kenal lelah esok ia kembali. Ya. Kau dan aku pun begitu, esok, lusa dan sampai kapan pun akan kembali menyatu. 

Selama kau menggegamku, dan ku menggegammu, serta campur tangan Tuhan.

- Omahe Munir, bersama Dawam, Ijaz, Bazi dan Rambu

Share:

Relung


Riang relung. Bergemuruh. 
Ramai suar. Bergelora.
Hati rindu. Bibir kelu.
Malu ragu. Menyuara. 
Riak meronta dikala sunyi. 
Genggam sendu. 
Terasa semu.

- Bazaar Kawi, 19 Agustus 2018 bersama Kopi Pait

Share:

Saturday 18 August 2018

Bertaruh Aksara


Aku akan menjadi pandai membaca maksudmu. Tak rumit. Hanya perlu waktu menela’ah dirimu. Engkau berkata seakan mencintaiku dengan penuh. Tapi nyatanya kau selalu memberi resah dalam tabu. 

Aku ini seperti. Berduka disetiap waktu. Apa yang telah tiada, macam terbunuh. Ucapmu seakan menghantui dalam halu. Untaian yang membisu semakin kelu membiru. Seperti senja, menyambut malam. Seperti kabut, menyambut pagi. Sifatmu sementara dan akan kelam. Saat ini dan esok hanya aku sendiri. 

Dalam sebuah aksara, aku bertaruh.  Dalam sebuah prosa, aku menjamu. Aku tak sekejam sejahat itu. Kuberi spasi seperti, inginmu. Tanpa koma atau tanda seru. Meski mauku kau dan aku adalah titik temu.

- Equal Cafe, Agustus 2018


Share:

Thursday 16 August 2018

Ada Ngga Sih?


Ada ngga sih, balasan yang setimpal bagi mereka yang perlakuin orang lain itu seenaknya dan diterima lapang dada tanpa perlawanan sedikitpun dari orang itu? 

Ada ngga sih, mereka pernah kepikiran buat berhenti berlaku bodoh yang bahkan kita bisa menyebutnya lebih dari sampah? 

Ada ngga sih, kesempatan mereka buat nyadar dan berubah dari kelakuannya yang menjijikkan itu? 

Bahkan untuk melek pun mereka ngga sudi. Karena mereka merasa, merekalah yang paling hebat. Merekalah yang paling berkuasa. Merekalah yang paling ditakuti. Padahal tanpa kami, orang yang ditindas. Kalian itu bukan apa-apa. 

Tolong, dunia itu bulat. Berputar terus menerus. Anda nga selamanya diatas, dan selamanya kami ngga akan dibawah terus. Dan, dunia ngga berputar di anda saja. Ngga semua kemauan anda bisa dituruti. Jadi jangan pernah mencoba mendikte orang lain kalo anda sendiri ngga mau didikte.


- Mbak Inge, Agustus 2018
Share:

Wednesday 15 August 2018

Tidak Untuk Manusia #2

Hmm. Lama tidak merasakan dinginnya jalan pegunungan Kota Batu. Akhirnya keturutan juga. Kali ini bersama temanku, seorang perempuan yang juga mahasiswa baru dan sejurusan dengan aku. Ya saat itu adalah kali ketiga aku bertemu dengannya.

Menikmati kopi dan jagung, di daerah kelok Payung sambil melihat pemandangan Kota Batu dari atas awan. Basa-basi apa saja yang sekiranya bisa keluar dari mulut. Sambil sesekali menghisap rokok Halim langgananku.

Tak lama kemudian, dia membuat story Instagram. Didepanku, bahkan wajahku juga distory. Jujur, aku tidak mempersalahkan story itu. Yang aku tidak setuju adalah hal yang dia lakukan setelah itu. Yups, dia me-hide story itu dari beberapa akun Instagram. 

Aku melihat dengan jelas, ketika dia menyembunyikan story dari beberapa cowok. Yang entah itu siapa. Temannya kah. Bribikannya kah. Tidak tahu. Yang kutahu saat itu dia baru saja putus dari pacarnya. Ya sedikit gila sih, bisa tahan LDR 2 tahun. Bahkan belum pernah bertatap muka secara langsung dengan pacar yang kini jadi mantan tersebut.

Secara tidak langsung, aku berpikir bagaimana jika dia jalan dengan orang lain. Kemudian membuat story Instagram, pasti akan ada kemungkinan dia me-hide story dari orang lain lagi. Artinya dia bebas dan tidak ingin diketahui perilakunya dari orang-orang tertentu yang dia pilih. 

Lalu bagaimana jika dia pacaran. Bisa saja dia selingkuh dan kemudian me-hide storynya. Sebenarnya aku sih tidak masalah, hanya saja dia melakukan itu didepan mataku persis. Yang otomatis itu menunjukkan sifat aslinya. Jadi yaa, pikir kembali lah.

Share:

Monday 13 August 2018

Menceritakan Masa Lalu


Kamu itu jangan diam di tengah upacara pemakaman. Kamu pasti kalah khusyuk. 

Kamu jangan coba-coba melupakan ditengah orang-orang putus asa. Kamu pasti kalah sengsara.

Kamu jangan pernah mejauhi siapapun ditengah-tengah gunung. Kamu pasti kalah dingin. 

Kamu jangan mengeluarkan air mata ditengah-tengah sungai. Malu, kamu pasti kalah deras. 

Kamu jangan cerita masa lalumu ke para sejarahwan. Pasti kamu kalah tua. 

Tapi silahkan kamu menangis di upacara pemakaman agar kau tau bagaimana khusyuknya. Silahkan kamu diam ditengah-tengah orang putus asa. Nanti kamu tau perasaannya. Kamu juga boleh melupakan seseorang di guung, karena ia memberikan kenyamanan yang tak tergantikan. Dan kamu boleh menjauhi seseorang di sungai, agar pikiranmu jernih dan pengaruh buruknya terbawa arus. 

Lalu, kepada siapa kamu harus menceritakan masa lalumu? Buah hatimu kelak yang akan tau sejarah hidupmu semasa muda.

- Kopi Sawah, Agustus 2018

Share:

Saturday 11 August 2018

Tidak Untuk Manusia #1

Sudah menjadi tradisi. Kebiasaan mahasiswa baru ketika jadwal kuliah belum muncul adalah ngopi. Tiap malam. Tak peduli kondisi kantong sedang tipis maupun tebal. Yang penting ngopi dan srawung. Mencari kawan sebanyak-banyaknya sebelum menjalani rutinitas sibuk di kampus.

Nah, malam ini. Aku mendapatkan pengalaman menarik sekaligus menegangkan. Sehabis ngopi di Kopi Asri. Aku dan kawan-kawanku berencana menonton balap liar di depan Batu Town Square. Jarak yang lumayan jauh jika ditempuh dari jalan Soekarno Hatta, Malang. 

Kebetulan juga hari ini adalah 11 Agustus 2018. Klub kebanggaan arek Malang, Arema sedang berulang tahun. Sedang milad. Ya seperti biasanya, ada konvoi keliling kota. Kebetulan juga Arema sedang tanding. Baik Arema FC maupun Arema Indonesia. 

 Sepanjang perjalanan, kami berkendara pelan-pelan. Maklum lah udara Malang dan Batu ketika malam memang tidak bersahabat. Singkat cerita, di daerah Sengkaling. Salah satu temanku yang mengendarai motor Ninja membelokkan motornya dan berada disampingku motor.

Masalahnya, dia membelokkan motor secara mendadak dan tidak melihat spion. Spionnya diputer kebawah. Ya tidak fungsi juga sih. Dan tak disangka dibelakangya ada motor yang melaju kencang. Secara otomatis motor tersebut nge-rem mendadak dan sedikit oleng. Untung saja tidak sampai nabrak dan jatuh.

Kemudian motor yang nge-rem mendadak tersebut marah. Tidak terima dan menghentikan rombongan kami. Ternyata pengendara motor tersebut adalah Aremania dan dalam posisi mabuk berat. Mereka marah-marah dan membanting helmnya. Sampai pecah.

Kami yang awalnya tidak tahu masalahya apa sempat bingung. Dan parahnya, temenku yang naik Ninja malah gas terus. Kabur. Otomatis tinggal beberapa orang saja yang tinggal dan menyelesaikan masalah tersebut. Yang pada akhirnya, masalah dapat diselesaikan secara baik-baik.

Sebagai seorang pria, lari dari masalah adalah perilaku pengecut. Jika di-analisis, kami memang menang secara kuantitas, mereka hanya berdua, sedangkan kami rombongan banyak. Dan mereka hanya mengandalkan lokasi, karena memang disanalah tempat tinggal mereka. 

Seharusnya, pria sejati mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Toh setidak-tidaknya tidak kabur. Toh juga kalo semisal diselesaikan secara fisik, teman-teman yang lain juga bakalan membantu. Bukan malah pergi seolah tidak terjadi apa-apa.

Meskipun dalam teori jalanan, bahwa melawan orang mabuk akan sia-sia. Ya aku pikir tidak masalah juga. Lumayan bisa buat adu debat dan adu fisik gratisan. Tapi ya mau gimana lagi, cinta damai kok ya wgwg.

Share:

Friday 10 August 2018

Cahaya Api


Pelukan adalah candu bagi yang tak mampu mengisyafi rindu. 

Batin adalah kecamuk diri yang remuk meminta masuk. 

Meronta-rpnta tanpa ada suara tangis atau tawa. 

Ia hanya tahu hatinya tak mampu sebab sendu. 

Dan hampa begitu merdu. 

Menjadi-jadi cahaya api tetapi reda setelah pagi.

- Sekitaran Malang, unlimited bersama Jeje, Rafli, Abduh, Bazi dan Rambu

Share:

Monday 6 August 2018

Tujuan


Bukannya naif, hanya merasa sebersyukur itu dipertemukan semesta, diperkenalkan, dibuat sedemikian dekat ini sehingga rasa ini tumbuh. Dusta jika aku mengaku tidak bahagia, 

Bagaimana mungkin? Tawa ini pernah beralasan kamu. Dan jangan lupakan desir hangat ini juga merupakan tanggung jawabmu. Semesta memang tak pernah tanpa maksud mempertemukan orang. 

Atas izin semesta pun, dua jiwa yang terluka diperkenankan menyembuhkan satu sama lain. Entah disadari atau tidak, seharusnya sampai disitu saja. “apanya?”. “semuanya”. Tidak ada yang harus dipaksakan jika memang bukan jalannya. 

Tidak ada yang harus dilanjutkan jika memang pada akhirnya aka nada yang tersakiti.”coba kalau..” Sering bertanya-tanya pada hati. Mengapa sering kali berandai akan sesuatu tak pasti. 

Sering menciptakan imaji semu yang mengundang sendu. Meski ada serratus alasan untuk tetap bersama. Semesta punya seribu alasan memisahkan. Dan memang pada akhirnya alasan aku hadir hanya sebagai jalan, bukan tujuan

- Batu Wonderland, bersama Muthim, Cahyo dan Rambu

Share:

Friday 3 August 2018

Sejenak


Kita dipertemukan oleh jejaring maya tanpa sengaja. Lewat jemari yang beradu, terciptalah cakap singkat antara kau dan aku. 

Masih teringat jelas malam itu. Di atas meja kedai kopi temanmu, pertama kali kita berdua bersua. Kali kedua kita bercanda ditemani jajanan angkringan yang kau suka. Hingga dingin subuh mulai terasa. 

Tak selang lama, lagi-lagi kita berjumpa. Kau seduhkan kopi untuk pertama kali. Bercakap ria hingga usiamu bertambah lagi. Tak sekali dua kali saat terlintas di pikiran, kau tiba-tiba menghubungi. 

Dari secangkir kopi hingga semangkuk bubur Kosambi. Tak mau banyak kata, hanya ingin menikmati. Secangkir kopi lagi dan segelas the melati, serta baju hangat yang pinjamkan mampu mengusir dingin subuh ini. Kaki pun tak lelah melangkah bersama di pagi hari menuju ujung jalan Soekarno Hatta. 

Baru kali ini aku tak ingin pulang berlama-lama. Seakan tak rela meninggalkan Malang bila ada kau didalamnya. Rindu aroma kopimu di kalan dingin Malang menyelimuti tubuh. Terlintas ingin pergi, curiga rasa ini hanya sejenak singgah. 

Melihat gerakmu yang berangsur berubah. Haruskah aku mengaku saja sebelum semua semakin biasa. Atau memang ini tipu daya dari hati yang baru saja terluka. 

Malam itu, kembali lagi hingga pukul empat pagi. Masih pula kau yang selalu peduli, mengantarku sampai di sini. Oh ya, terima kasih baju hangatmu sekali lagi. Baju hangat itu mengantarku sampai mimpi. Sungguh tak ingin kembali, biar saja menemaniku sampai nanti. 

Lalu kenapa mendadak kau begitu. Hanya sekata kau balas pesanku. Bosankah kau denganku. Tak mau tenggelam jauh aku pun mundur, kembali ke permukaan. Sampai akhirnya aku melihat di seberang sana, kau telah bersama sosok laki-laki.


- Ayu Tantri Cafe and Music, bersama Intan, Renata, Arsa, Daffa

Share:

Monday 30 July 2018

Bersemayam



Ada rindu yang bersemayam lama, pada semilir darah yang mampu gertakan dada lebih dari biasanya, atau sekedar menangkap kupu-kupu terbang di dalam perut.

Namun sang tuan terlalu biasa hidup tanpa hal-hal tersebut. Hidupnya telah lebih dari cukup. Bahagianya hanya pada semilir angin sepoy-sepoy yang menyentuh kuping. Tapi senja kian dekat, ia tak bisa terus berjalan hanya dengan kedua kakinya. Ingin sejauh apalagi? Walau cukup ada ruang yang belum terisi penuh, kosong.

Walau tak pernah kau paksa untuk akhirnya berhenti dan menetap. Namun riuh mulai sampai pada pikiran, diam-diam kau pun menaruh gelisah.

- Ayu Tantri, bersama Rambu, Muthim, Arsa dan Opik

Share:

Saturday 28 July 2018

Al Kindi Ha'e Ha'e



Cukup sudah 6 hari kita lewati. Tanpa alat elektronik. Tanpa rokok. Dan tanpa pelukan hangat orang tua. Hanya bermodalkan badan dan kelengkapan pakaian. Dengan aturan cara berbusana yang njlimet dan otoriter. Pasrah dan sabar. Satu-satunya cara agar bisa bertahan di rusunawa UMM

Awal memang tidak selalu baik. Tidak kenal teman sekelas dan sekamar. Malu-malu atau bahkan memalukan diri sendiri. Tapi hidup akan terus berproses. Dari datang akan pergi. Tak kenal akan jadi sahabat. Yang malu akan jadi berani. Yang diam akan bersuara. Yang malas akan jadi rajin.

Aku juga ingin bercerita tentang teman-teman Al Kindi. Tidak semua. Nanti terlalu panjang. Aku sedang tidak membuat novel kok. Hanya testimoni singkat.

Yang pertama adalah Raendra. Partner duduk ku ini aslinya Kalimantan. Tubuhnya besar dan berisi, suaranya juga lantang. Aku sempat mendengar cerita tentang keluarganya, yang dimana aku tak sanggup lagi untuk mendengarkan lagi dan memikirkannya. Air mataku hampir menetes kala mendengarnya.

Lalu ada Eko. Putra daerah Tuban ini juga partner duduk ku. Berperawakan kecil namun sangat cekatan. Dia juga pernah menimba ilmu di pondok pesantren. Pemahaman agamanya juga tak perlu diragukan lagi. Mashok Pak Ekooo

Kemudian Wisnu dan Isal. Duo Kalimantan ini dulunya satu SMA. Dan sekarang malah satu universitas. Ya bisa dikatakan teman untuk selamanya lah. Mereka adalah tipe orang yang absurd. Tingkahnya tak terduga namun cocok untuk ditertawakan.

Rey from Bali. Orang yang gatau waktu dan tempat ini adalah sumber ketawa masyarakat kelas. Perilakunya ga bisa di nalar. Kalem tapi nyebelin. Gila dah pokoknya. Dan dia paling suka tih gangguin Elva di pojokan kelas.

Dan ada Budi. Ya lelaki bertampang ustadz ini adalah teman sekelas sekaligus sekamar ku. Yang paling aku ingat adalah ketika dia kalah maen TOD, kemudian dia ditanya siapa idola di kelas Al Kindi. Dia menjawab aku adalah idolanya. WTF. Unbelieved wgwgwg.

Bergeser ke bagian kaum Hawa. Ada si Dina. Dia adalah tipe mak-mak rempong. Cerewet dan menggelikan. Dia punya ribuan cerita yang bisa dikisahkan. Seakan-akan telah melewati asam garam kehidupan yang panjang ini. 

Lalu ada wanita penggerak kelas. Yups, si El dan Rizka. Sebenarnya Dina juga, eh bukan sih, dia adalah pembakar kelas. El dan Rizka cukup aktif di kelas. Sampai-sampai suaranya habis gegara terlalu banyak bicara.

Dan yang terakhir adalah Salsa. Menurutku, dia adalah tipe manusia yang jarang aku temui. Mripatnya itulohh. Masya Allah. Bundar, terang dan jernih. Eh tapi usut punya usut. Dia make softlen. Gapapa sih, yang penting dipandang tuh nyenengin.

Apalagi kalo pas dia lagi ketawa. Keliatan nggemesin, lah ga nggemesin gimana wong pas ketawa tuh gigi atas sama gigi bawah nempel. Mringis gitu. Jarang-jarang orang kalo ketawa ngakak sambil mingis. Udah cantik, hemat bicara lagi wgwg

Sebenanrnya masih ada lagi yang lain. Aldi, Opik, Puput alias Putra, Aji, Dimas, Iqbal, Bugi, Rama, Hanif, Difa, Fabi, Shefana, Yola, Asfi, Amel, Chelsy, Lea, Elva, Ima dan Wanda. Lalu Trainernya Miss L dan Co-Trainernya Mbak Mitha dan Mas Wahid. Mungkin hanya Mas Wahid satu-satunya orang di Al Kindi yang mengetahui kisah kelamku dulu. 

Kita memang diciptakan terikat namun bukan untuk saling memiliki, melainkan bersama untuk saling melengkapi dalam menggapai mimpi. Kita adalaah sang pejuang yang mempunyai cita-cita tinggi, atau mungkin daya khayal yang tinggi.

Kekurangan kita jadikan kelebihan, dan kelebihan kita jadikan kelemahan.

Kita pernah bermimpi berkelana ke ujung dunia, mencari sebuah kata-kata untuk dijadikan sebuah kalimat atau dijadikan sebuah kenangan, kita memang panjang angan.

Kita memang berbeda, tetapi kita tetap satu melawan perbedaan itu dan melebur bersama, bersama matahari dikala terik, memandang ombak-ombak yang bergulung di tepian pantai dengan santainya.
Kita tertawa sepuasnya, menertawakan dunia dari segala hingar bingarnya, kita tertawakan kesedihan itu, kita lupakan pilu itu, hingga kita lupa waktu.

Kata orang uang tidak ada saudaranya, tapi bagi kita uang bukanlah segalanya. Bagi kita sahabat sejati adalah segalanya, materi bukanlah segalanya bagi kita. Materi bisa dicari tetapi sahabat sejati tidak akan pernah terganti selamanya. 

- 28 Juli, Rusunawa UMM






Share:

Friday 27 July 2018

Tangisanmu


Menangis adalah ungkapan ekspresi seseorang ketika kata tak lagi bisa mengungkapkan perasaannya. Jangan kau kira ketika ia menangis berarti ia lemah. Jangan kau kira ketika ia menangis ia lelah.
Kau salah besar.

Lihatlah sosok Mas Pur yang kehilangan pujaan hatinya. Ia menangis. Apakah ia lemah? Apakah ia lelah? Tentu tidak.

Jika memang ia lemah, lalu untuk apa ia rela menunggu pujaan hatinya. Padahal ia pun tau jika perasaannya tak akan terbalaskan karena ada tembok besar nan tebal yang menghalangi keduanya. Tapi apa yang ia perbuat, ia tetap merelakan seluruh hatinya tanpa mempedulikan balasan setimpal yang semestinya ia dapatkan.

Sama seperti ketika seseorang mempunyai mimpi.

Terkadang ia menangis tersedu-sedu sampai air matanya mongering dan hanya isak tangis saja yang bisa terdengar. Terkadang dadanya merasakan sakit yang amat dalam seperti pisau yang sedak menusuk dadanya.

Terkadang lehernya tiba-tiba lemah sampai tak ada satu katapun yang dapat keluar, tiba-tiba lehernya perih seperti menelan air yang terdapat duri kaktus di dalamnya.

Silahkan anda bilang ia orang lemah. Itu hak setiap orang. Tapi perlu anda ketahui. Bahwa ia tidak lemah. Bahwa ia tidak lelah.

Ia hanya mengistirahatkan pikirannya. Ia hanya ingin mengistirahatkan hatinya sejenak. Dari segala perjalanan panjang yang telah ia lalui.

Apakah ia menyerah? Tentu tidak.

Setelah pikiran dan hatinya siap untuk melanjutkan perjalanan yang lebih jauh lagi. Ia akan bangkit dan akan menjadi sosok baru. Sosok baru yang siap menempuh perjalanan lebih panjang daripada yang ia rasakan sebelumnya.

Karena ia tau. Selama ia masih menginjakkan kakinya di muka bumi, selama masih bisa menghirup udara segar dan mendengar kicauan burung di pagi hari. Perjalanan akan terus berjalan walaupun mimpinya terlah tercapai.

Karena sejatinya perjalanan manusia akan berhenti ketika Tuhan telah memutuskan untuk menyudahi perjalanan umat-Nya. Tetaplah kuat. Tetaplah berjalan. Tetaplah semangat.

Karena anda manusia hebat!

- Ruang Al Kindi, bersama Wisnu, Eko, Aldi, Opik, Raendra, Isal, Mbak Mitha dan Miss L

Share:

Thursday 26 July 2018

Tanpa Sertifikat


Pikiran ku jahat. Apa yang ku benci, Apa yang ku sesali. Nafsu tak terkendali. Amarah tak terpungkiri. Memaksa ku untuk membenci padahal hati memuji-muji.

Kalau ingin menguji. Jangan seperti ini. Aku harap kau mengerti. Pikiran jahat ini. Membutakan hati. Jangan kau sesali, bila nanti. Aku yang pergi. 

Begitu dengkinya kau pada rambutku. Bisakah kau tunjukkan hubungan warna rambut dengan tingkah laku seseorang? Bisa kah?

Aku telah merelakan rambut panjangku terpotong sampai diatas alis. Masih saja kau mengambil Id-Card ku. Sudah kupotong lebih pendek lagi, kau malah meng-kasus warna rambutku. Sedikit bajingan memang dirimu.

Ah sudahlah. Cok.

- 26 Juli 2018, Sekretariat P2KK



Share:

Saturday 21 July 2018

Semesta dan Waktu


Akan ada waktu dimana kau hanya ingin menyerah. Melepas semua resah. Berhenti dan tak lagi menuju segala arah. Ada waktu dimana kau tak dapat lagi meluap. Hanya segera inign lenyap. Lalu bersama udara kau menguap.

Dan di waktu kau ingin berhenti. Tak lagi mencari arti. Meninggalkan segala suatu yang tiada pasti. Ingatlah waktu dimana kau bahagia oleh cinta. Bagaimana indahnya merajut asa. Dan berbagi segala rasa.

Semesta tak pernah berjanji untuk selalu memberi bahagia. Tapi tak ingatkah kau bahwa ada suka setelah luka? Bahwa selalu ada bahagia setelah nestapa?

Ada waktu dimana kau harus meneteskan air mat, namun ada pula waktu untukmu bersuka cita. Dan waktu akan hadirkan ia yang kau tunggu. Ia yang mengerti arti ‘selalu’. Ia yang tak pernah berjanji namun tiada beranjak dari sisi. Ia yang tak akan membiarkan dirimu sendiri sakit, meski keadaan begitu sulit.

Semesta bekerja baik bersama waktu, kau hanya perlu sedikit sabar dalam pernantianmu. Semesta akan datangkan ia di waktu yang tepat, tak mungkin ia telat. Percayalah pada waktu dan semestamu.

- Hotel Wonderland, 21 Juli 2018


Share: