Wednesday 21 February 2018

Anugerah Keahlian

Anugerah adalah keingintahuan juga ketidaktahuan. Sebab hanua itu sebuah keahlian. Untuk menertawakan kesudahan-kesudahan yang enggan dibesarkan oleh kebenaran meski terlambat menjadi perlahan.

Ombak menyibak pelipismu penuh angkuh. Paham sewaktu-waktu idealis jatuh. Bersamaan kenangan mengingkari janji. Jauh. Namun kelak menang telak. Teduh.

Pengampunan tak lagi sepadan dengan kegelisahan. Sudah terlalu rasanya untuk mempertimbangkan, bahwasanya semesta menghadiahkan sakit dan kepulangan.
Semoga jalan pulang bukanlah akal-akalan para penyair yang kehilangan.

- Plaza Taman Sari, 22 Februari 2018

Share:

Sajak Rasa

Sajak adalah ungkapan rasa. Dan retorika itu tersusun dalam bait-bait rima yang sederhana.

Semesta bukan pembercanda. Ia lebih lihai menyembunyikan ada. Abu-abu warna kegemarannya. Beraneka ialah interprentasi gemuruh senja.

Ruang-ruang sempit dan jalanan bergulita. Mengumandangkan rasa bersalah, berduka atau bersua?

Dialektika beserta alur lebih sering dipersalahkan. Kita terjebak angan-angan bukan kehendak rembulan.

Penyesalan itu nyata saja- datang sesuka hati. Bangga sekali ketika mengejutkanmu dari pasti. Sumpah serapah kerap menerpa imaji diri sendiri. Sebab Tuhan memberikan kebebasan untuk menepi.

- Ambarukmo Plaza, bersama Bintoro, Bocil dan 2 wadon

Share:

Monday 19 February 2018

Kotoran Berharga

Aku ini harta karun. Aku ini kerang dalam lautan. Hanya memberikan mutiaraku pada yang ingin kuberi. Aku bukan emas di pertambangan. Indah. Namun sulit untuk diraih. Dan butuh waktu untuk mendapatkanku.

Aku ini hebat. Kotoran yang tersangkut dalam tubuhku. Dapat kumanfaatkan menjadi perhiasan yang indah. Tidak seperti berlian. Butuh berapa juta tahun baginya untuk terbentuk kembali.

Perlu berapa kali gunung meletus untuk mendapatkan bahan bakunya kembali.
Mereka memang indah, namun untuk menjadi indah. Perlu pengorbanan banyak materi. Mereka memang istimewa, namun hanya beberapa dari mereka yang eksis dan siap digunakan.

Apalagi mereka yang bukan siapa-siapa?

Share:

Friday 16 February 2018

Menua dan Merumit

Tuan menua menjelma merumit. Tuan menua menjelma resah. Tuan, semesta ini semakin abu-abu dan tuan semakin menua. Tuan, hidup ini semakin merumit.Bak masalah menyederhanakan yang besar, membesarkan yang sederhana.

Tuan aku semakin tuan akan semesta yang semakin merumit ini. Pendusta semakin pintar memainkan peran. Ia menjelma bak malaikat baik. Tuan, aku tak ingin menua dan merumit sepertimu.

Sungguh aku ingin berlari dari hingar bingar semesta yang merumit dipenuhi pendusta.
Semakin menua dan semesta semakin merumit. Pendusta semakin baik memainkan perannya. Sungguh berhati-hatilah.

Selamat semakin tidak muda, Govlee

Asrama, 16 Februari 2018

Share:

Wednesday 7 February 2018

Bayangan

Banyak orang bertanya kepada dirinya sendiri. Bagaimana cara memberitahumu tentang perasaanku?

Jadilah bayangan
Bayangan yang tetap berdampingan denganmu sadar atau tanpa kamu sadari. Dia yang tak kenal lelah melangkah bersamamu.

Jangan biarkan senja mengijinkan malam datang. Nanti aku hilang. Jika aku hilang, jangan takut. Kamu pasti tahu esok aku akan datang lagi.

Kamu harus tahu satu hal yang membuatku dilema. Aku tidak bisa berkata-kata dan menggenggammu saat kamu mengulurkan tangan.

Aku hanya bisa menjadi pendengar setiamu. Karena aku akan selalu jadi bayanganmu.

- Iconic, 10 Februari 2018, bersama Bintoro dan Bocil



Share:

Sebuah Rumah

Tak usah menyusahkan raga dengan membangun kepingan harapan menjadi tangga. Lagi-lagi menggapai dirinya hanyalah imajinasi semata. Dan seharusnya aku dilanda kesadaran. Bukan dibutakan oleh perasaan yang membasuhi jalan.

Pikirku kedua bahu ini mampu menopang ombak yang berlari memecah hampa. Nyatanya laki-laki itu lebih dari sebuah gelombang samudera yang mampu menghanyutkan mata.
Tertawa bersamanya sempat menjadi hiburan disela rusuhnya pikiran. Sekarang dirinyalah puncak pertentangan yang merajalela di angan.

Ingin rasanya berhenti melakonkan sandiwara, karena tak ada waktu untuk menolak pedihnya realita. Anggapan tentang diriku mungkin sebatas ilusi yang tercipta di benak sendiri.

Dibalut dengan ke-egoisan yang terwujud dari ketidak pastian bahwa dirinya bukanlah sekedar teman.

Terpaku dengan dia dan kehadirannya ditengah bukit yang sedang kutempuh. Memberi gagasan untuk kembali pulang. Menyapa keyakinan ketika telah tumbuh di dada bahwa aku bisa berpijak tanpa bantuan manusia.

Memanggungkan janji bahwa harapan kali ini tangannya yang akan merengkuh mimpi. Meyakinkan diri itu pahit, ketika jalan yang diberikan takdir nyatanya sempit dan menuntun rasa sakit.

Dan omong kosong belaka itu mulai tak kupercaya.
Bahwa insan yang ditakdirkan bersama akan menemukan jalan pulang pada akhirnya. Karena bukankah anggapanmu bia berubah. Dan kau bisa menyanggah bahwa aku bukan lagi sebuah rumah?

- Blendongan, bersama Racha, Azzam dan Amay


Share:

Budak Uang

Katanya kalo punya yang bisa beli apa saja. Lalu menguasai dunia. Akhirnya hidup bahagia seperti di surga.

Mari kita bedah satu persatu.
Memulai bisnis butuh uang.
Sekolah butuh uang.
Mengisi perut butuh uang.
Sampai kencing di toilet umum saja butuh uang.

Wajar bila akhirnya mereka menyebut uang sebagai sumber kebahagiaan. Iyalah, siapa juga yang mau hidup menderita kemiskinan, kelaparan, tidak bersekolah, hingga tidak bisa membuang hajat di tempat yang layak.

Ada? Ya jelas ga ada.

Manusia itu diciptakan sebagai makhluk hidup paling sempurna dengan segala kelengkapan jiwa dan raganya. Saking sempurnanya, manusia kadang lupa kalau kesuksesan yang dimilikinya adalah titipan semata. Maka wajar bila dunia masih mengenal kasta yang berujung pada perilaku semena-mena.

Memang tak semua, tapi bukan berarti tidak ada yang melakukannya. Nyatanya, disekitar masih ada orang yang mendewakan uang.

Mari saling jujur, tanyakan pada hatimu. Bahagiakah kamu jika punya banyak uang? Tentu
Apa yang kamu lakukan jika punya banyak uang? Aku ingin ini itu.
Tapi bisakah kita menjamin diri untuk bisa menjaga diri agar tak mengikuti jejak mereka yang terlena dengan uang, lantas bertindak semena-mena? Tentu kita takkan bisa, karena bagi kita yang statusnya manusia, uang kadang bisa jadi rejeki dan ujian diri.

Beruntunglah kamu kalau uang banyak yang kamu miliki tak menjadikanmu sosok yang kikir, jahat dan maha dengki. Karena di luar sana, masih ada manusia yang terjebak menjadi budak dungu dari kekayaan mereka yang melimpah ruah.

Sebentar ijinkan aku meluruskan, karena tulisan ini dibuat bukan untuk menghakimi dan iri pada kalian. Hanya sebagai pengingat, baik bagi diri sendiri dan bagi siapa saja yang membaca.

Jika suatu hari kita diberikan kesempatan untuk menjadi kaya. Mari saling mengingatkan agar tak sampai menjual jiwa dan menjadi budak harta. Hingga akhirnya kita kehilangan jati diri. Lupa esensinya hidup sebagai manusia.

Lebih baik berdoa agar rejeki kita dicukupkan, bukan dilebihkan. Ya, cukup buat beli baju, beli makanan dan beli kuota.

Regards.


Share:

Thursday 1 February 2018

Sejauh Ini

Dibawah guyuran hujan deras Kota Yogyakarta, dengan secercah sinar rembulan sisa gerhana kemarin malam. Angin malam selalu menyajikan hal-hal unik untuk dinikmati, Menusuk jiwa dan membangkitkannya. Terbang ke atas melayang-layang. Dan hilang.

Konsistensi memang sangatlah sulit. Tapi selama ada kemauan keras, dan semangat yang terus membara, bukan hal mustahil konsistensi bisa ditaklukkan. Aku bukanlah tipe pekerja keras. Tapi aku berusaha sekuat tenaga agar bisa istiqomah, perlahan tapi tetap berjalan. Tak harus berlari, toh kalau tak bisa lari bisa berjalan. Merangkak juga sangat memungkinkan. Tapi semuanya tetap satu irama. Berjalan, melangkah, kedepan. Dan terus bergerak.

Genap sudah, 200 tulisan sudah mengisi ruang tak berarti ini. Sebuah platform abal-abal, yang tak ada sedikit pun kata serius untuk melanjutkannya. Tapi tangan ini serasa keram jika meninggalkan candu digital ini. Berat untuk pergi, berat untuk meneruskan. 

Tak terbayang sebelumnya, bahkan tak terencanakan. Kekuatan kata-kata memang menimbulkan kesan tersendiri. Teringat perkataan Mas Pram, bahwa sejenius apapun kamu, jika tak menulis, maka akan hilang terserap sejarah. 

Segala unek-unek, sedikit gagasan, dan banyak curhatan lengkap sudah menghiasi ruang ini. Dengan template sederhana yang nyaman dipandang. Coretan ini mungkin tak terlalu berarti. Tapi beberapa tahun kedepan, kenangan ini akan menjadi sebuah momen yang bisa saja menjadi bahan tertawaan, bahkan menjadi sumber kekuatan untuk me-merdekakan jari-jari keriput ini.

Beribu terima kasih aku ucapkan, kepada setiap orang dan segala sesuatu yang telah menjadi inspirasi untuk menuliskan kata-kata tak berfaedah ini. Tanpamu aku bisa, tapi denganmu aku luar biasa. 


- Yogyakarta, 1 Februari 2018


Share:

Benci Tuk Jadi Tua

Aku adalah bagian dari masa lalu dan masa depanku. Kehidupanku rumit, bagai kehidupan orang lain pada umumnya. Aku hadir di dunia bukan hanya untuk dicintai, tapi juga untuk dibenci.

Pribadiku hadir dan terbentuk oleh karna didikan. Didikan yang aku dapatkan dengan merekam banyak kurangnya kejadian yang ada dalam hidupku.

Aku tak perlu menjadi orang lain untuk menjadi yang dicintai. Aku mau pribadiku yang seperti ini yang menjadi pusat perhatianmu. Yang semakin tua semakin menyebalkan, dan bodoh.

18 tahun memang usia yang relatif muda. Tapi saat itulah sifat kekanakan itu mulai runtuh dihajar kedewasaan. Bersyukurlah orang-orang yang kuat kokoh menghadapi gempuran ala dewasa.

Sulit, mengerti dan menebak jalan fikiranku. Tak ada yang paham akan karna aku, berimajinasi dalam fikiranku.

Banyak orang akan berkata "aku mengerti engkau". Tapi percayalah, hanya aku, kamu yang paham betul apa yang sebenarnya kita rasakan sendiri.

Kertas putih, bagian dari masa kecil kita. Digunakan sejak kita sekolah. Harusnya kau sudah mengerti maknanya. Kertas itu putih, bagaikan cerminan dirimu. Yang harusnya engkau lulus dengan tanganmu sendiri tanpa goresan orang lain di dalamnya. Jika pun itu ada, maka biarkan itu menjadi kata-kata omong kosong didalam kertas putihmu.

Aku yakin akan diriku sendiri. Aku indah karena aku adalah ciptaan-Nya. Yang dibuat saat Dia sedang tersenyum. Dan terbang ke bumi hari ini.

- Martabak Kum-Kum, 1 Februari 2018, bersama Bintoro dan Bocil

Share: