Friday, 27 December 2019

27 Desember 2019

Hari ini begitu rumit. Banyak kejadian yang tak ku duga. Dan semua berjalan begitu cepat. Tak terasa. Hanya kenangan yang tersisa. Kenangan yang buruk dan menyakitkan. Ingin menangis. Tapi aku sudah lama tak mengeluarkan air mata. Hatiku terlalu beku. Hingga aku lupa caranya menangis. Kejam memang. Atau mungkin aku terlalu baik dalam bersikap kepada semua orang.

Ketika aku merasa tersakiti, aku hanya pasrah. Diam. Seakan-akan itu adalah sebuah takdir. Mau tak mau aku harus menerimanya. Kesalahanku hanya satu, menikmatinya. Menikmati semua yang terjadi padaku. Baik, buruk, bermanfaat, maupun kata-kata lainnya, aku pasrah menikmati takdir tersebut. Aku benar-benar merasa menjadi orang Jawa tulen. Nrimoan.

Aku tau sikap tersebut tak sepenuhnya baik. Dan aku lupa cara untuk memberontak terhadap kehidupan ini. Zona nyaman benar-benar menjebak. Membunuh keaktifan dan daya kritis. Aku terlena dalam kenyamanan hidup. Sampai aku merasa di titik untuk apa hadir di dunia ini. Untuk memperjuangkan kehidupan kah? atau untuk memperindah cara kematian? Saat ini aku sepakat dengan apa yang dikatakan Albert Camus mengenai absurditas. Ketika hidup secara alami semakin maju, tetapi didepan kita terhampar bayang-bayang kematian. 

Malam ku sengaja ku habiskan untuk ngopi bersama teman-teman di Aquarius. Atau lebih tepatnya bersama kader organisasi ku. Ku jemput mereka satu per satu. Hal ini sengaja kulakukan karena aku ingin tahu dimana mereka tinggal dan ngobrol di atas motor ternyata lebih menyenangkan daripada di tempat lain. 

Disisi lain aku juga ingin mengantarkan mangga kepada salah satu temanku yang bernama Anabele. Karena aku telah berjanji memberikannya mangga, toh dirumahku ada mangga sisa. Mangga tersebut merupakan bentuk maaf ku kepada dia karena beberapa hari sebelumnya aku membuatnya marah. Aku mengingkari janjiku untuk mengantarkannya pulang sehabis nonton film, tapi aku sengaja mengurungkan niat ku untuk mengantarnya pulang. Dan akhirnya dia kuantarkan pulang jam 6 pagi. Sepanjang perjalanan dia terlihat murung. Sudah pasti, dia ngambek.

Tebakan ku ternyata benar, dia tidak seperti biasanya ketika ku jemput. Sepanjang perjalanan biasanya dia riang dan bernyanyi, namun kali ini diam membisu. Pasti ada sesuatu hal yang mengganjal. Dan sialnya lagi, sesampai di cafe ia menumpahkan susu di atas laptopku. Padahal aku dikejar deadline jurnal Eropa. Hatiku benar-benar jengkel. Tapi aku tidak bisa marah. Apalagi terhadap perempuan, terlebih dia adalah kader ku.

Aku tak ingin kehilangan kepercayaan yang telah terjalin. Kepercayaan sebagai seorang teman yang telah lama kubangun jangan sampai hancur gara-gara sebuah kejadian yang tak disengaja. Sekalipun aku tahu, ketika laptop terkena cairan susu pasti akan rusak. Dan biaya reparasi laptop tidak murah. Tapi aku mencoba untuk tetap tenang. Aku berlagak seperti tidak terjadi apa-apa, meskipun di dalam hati berkata lain.

Kemudian ia mengirim permintaan maaf kepadaku melalui WA, padahal ia duduk disampingku. Mungkin ia malu kepada teman-temannya untuk meminta maaf secara terang-terangan. Sengaja tidak kubalas WA nya, tapi aku langsung berkata kepadanya bahwa tidak masalah laptopku terkena susu. Aku meyakinkannya untuk tidak terlalu memikirkan laptopku. Dan ternyata berhasil.

Ia kembali terbuka, riang seperti biasanya. Bercerita mengenai pertengkaran dengan pacarnya akibat berbagai hal. Aku mendengarkannya dan memberikan berbagai nasihat perihal hubungan lelaki dan wanita. Aku merasa menjadi orang bijak masalah percinta-an. Padahal aslinya, aku tak paham sekali. Aku remidi masalah percinta-an. Tapi aku tak ingin terlihat bodoh, jadi kukeluarkan saja kata-kata bijak yang ada di kepalaku. 

Malam kembali menjadi indah. Ngobrol ngalor-ngidul bersama teman-teman lainnya. Mengantar mereka pulang satu per satu. Lelah yang menyenangkan. Terakhir, aku mengajak temanku yang kuberikan mangga untuk menemaniku makan dan mengantarkan obat kepada partner organisasi ku yang sedang sakit radang tenggorokan. Di sepanjang jalan aku bercerita tentang kisah kedekatan ku dengan salah satu partner di organisasi ketika kader baru dulu. 

Hanya berbekal sekresek mangga. Aku merasa mampu mengubah kondisi seorang teman. Dari yang sebelumnya cemberut, menjadi ceria kembali. Mungkin inilah yang dinamakan gastrodiplomasi. Tak sia-sia aku belajar di jurusan Hubungan Internasional. 


Share:

0 comments:

Post a Comment