Thursday 7 December 2017

Mengadili Persepsi

Entah mengapa malam ini terasa begitu berbeda. Apakah karena aku memikirkan sesuatu. Ntahlah, tak perlu menjawab, sebab isinya ada dalam kepalaku sendiri.

Aku yang duduk disamping jendela cafe tepat menghadap ke arah semesta dan ditemani secangkir kopi hitam dingin.

Kopi hitam yang banyak mengandung filosofinya sendiri, yang memiliki pesona akan rasa untuk dinikmati.

Apalagi aku yang mulai berimajinasi seandainya ada mama disini, disebelahku yang setia menemani.

Menunggu pagi serasa indah jika saling melengkapi. Bersama aku, mama dan kopi buatan kita. Tapi siapalah yang bisa menebak rahasia Ilahi. Aku selalu berdoa di penghujung pagi, agar Ilahi memberikan yang terbaik.

Aku baik-baik saja disini, walau tak sebaik dari diriku yang terbaik. Dengan sinar mata yang selalu pagi, dengan senyum yang menghujam urat nadi.

Lelaki yang terlahir dengan derap kaki kuda ketika belajar berlari. Tanpa pelana aku menikmati angin kemarau pagi hari.

Lalu. Suara selamat pagi dari mama. Yang terbawa oleh angin musim kemarau ini.
Mungkinkah ranting patah ini akan mengguritkan namamu? Sementara tanah ini, berbatu keras, dan berselimut debu tipis tak berarti. Tak mungkin aku bisa mengadili persepsi semu ini.

- CKYK, Desember 2017

Share:

2 comments:

  1. suara selamat pagi dari Mama, mungkin sudah waktunya bangun pagi untuk berangkat sekolah jangan malas mulu :)))

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo sekolah mah ga pernah males, pas mandi baru males hehe

      Delete