Tuesday 12 December 2017

Perempuan Itu

"Disarankan untuk membaca Konspirasi Semesta dan Matahari terlebih dahulu"

Ketika berusia 20, perempuan itu menyadari ada keganjilan dalam dirinya. Suatu hari, perempuan itu mengetahui  bahwa hidupnya terancam duka sebab matahari di dalam dadanya hanya tinggal sebesar bola mata.

Perempuan itu tidak ingin mati dalam sepi. Ia berencana untuk mengisi lagi ke dalam dadanya sebongkah matahari. Tetapi, dari mana ia bisa mendapatkannya? Ia bisa saja mencuri matahari. Tetapi, orang-orang akan tahu bahwa matahari hilang, sebab mereka terbiasa mendongak keatas ketika siang datang.

Permpuan itu tidak ingin membuat onar. Tetapi apabila dadanya dibiarkan kosong tanpa matahari, ia takkan pernah mampu lagi untuk hidup bahagia. 

Pad akhirnya, perempuan itu memutuskan untuk mencuri bulan. Bukankah bulan adalah cermin terbaik dari pijar matahari yang mengesankan? Lagipula, tak banyak orang yang peduli pada langit malam hari. Semua orang lelap. Semua orang lindap dalam kantuk dan istirah. Tak peduli apakah di langit malam bulan sempat singgah.

Seperti jantung, langit berdetak tak ada yang meilhat.

Pada malam yang ditentukan, perempuan itu naik ke lantai empat gedung apartemennya. Lalu menaiki tangga menuju langit, sekali dilempar, mata kailnya memagut bulan. Ditarik, hingga sampai dalam dekap.

Keesokan paginya, langit menggeliat seperti biasa; Seperti sedia kala. Dan seumpama luka, senyum perempuan itu semakin menganga. Tetapi ia tidak tahu bahwa di tepi samudera pasifik dan arktik, di pinggiran samudera hindia dan atlantik. Beribu nafas terhempas dibawah kibasan ombak lautan yang menderas.

Perubahan posisi bulan telah mengacaukan sistem arus. Melahirkan ratusan banjir, ratusan daerah anyir.

Bukankah itu adil?

- Embong Kembar, Desember 2017

Share:

0 comments:

Post a Comment