Thursday 21 December 2017

Pulau Dewata


Aku ingin beritahu sebuah cerita. 

Tentang hidupku yang hampir malam. Yang baru saja berpapasan dengan senja. Mungkin hari itu melelahkan. Rambut hitam menyerap matahari. Pilu yang terserap tekad. Namun langit telah menjadi saksi. Warna yang ia berikan adalah sebuah tanda.

Bahwa hidup akan lebih indah jika kita menikmati hal-hal kecil.

Diatas beranda kapal. Yang terombang-ambing di Selat Bali. Sembari menghisap rokok, kunikmati goyangan ombak yang mendayu-dayu. Mengerakkan tubuh. Menggetarkan jiwa. Memuntahkan isi. Yups, mabuk laut.

Mungkin saat itu dermaga bukanlah sahabatku. Karena setiap aku berada disana, yang ada hanyalah rasa gemetar, takut dan khawatir. Bagaimana jika aku gagal melewati polisi congak itu? 

Namun daun yang jatuh pasti akan terombang-ambing sebelum sampai ke tanah, senasib denganku yang harus memutar otak dan mencari akal agar dapat melewati polisi congak itu. Beruntung sekali aku memelihara makhluk super, yang menyetir pun tidak bisa, tapi SIM pun dapat.

Kuawali menginjak tanah dewata dengan kaki kanan, tak lupa kaki kiri menyusul kemudian. Menyusuri jalan yang berbukit-bukit, sambil sesekali menengok keindahan sawah model terasering yang sangat familiar di Bali. Kalbu menjadi tenang. Badan terasa ringan. Tak terasa, ketiduran. 

Aku terbangun gegara suara dentuman ombak yang keras sekali. Membelah karang. Membasahi pulau. Terlihat jelas beberapa manusia sedang menari-nari diatas gulungan ombak. Seakan ombak ganas itu adalah irama yang mengelilingi-nya. Dua instruman yang saling mengisi untuk menghasilkan nada yang indah. Surfing.

Ditepi pantai yang berpasir putih itu, berdiri beberapa bangunan elite yang konon katanya bernama 'resort'. Lengkap dengan papan nama yang bertuliskan Nusa Dua Beach and Surfing. Rupanya tempat ini adalah surga bagi para penantang adrenalin di lautan. 

Tapi maaf, aku bukanlah penantang adrenalin. Aku merasa tak tenang disini. Kepalaku mulai pusing. Berat sekali. Mungkin setelah ini aku akan pingsan. Dan iya.

Dan lagi-lagi aku terbangun, tapi bukan karena suara, melainkan karena aroma. Yups, aroma yang menusuk sampai rongga dada, meretakkan lambung dan menegangkan otot bawah. Aku mulai curiga.

Ternyata tak butuh waktu lama, aku menemukan biang kerok dari aroma indah ini. Apa lagi kalo bukan pusar. Lebih jelasnya lagi pusar bule. Lebih detailnya lagi pusar bule cewek. Nyaman dipandang. Nikmat dijilat, kata orang. Hush sudahlah lah, aku tidak sedang bercerita dewasa.

Didepan mataku terhampar lautan biru yang airnya asin, seperti air garam gitu. Dan dibelakangku terpatri tebing-tebing tinggi, yang tergerus dan bertuliskan: Pantai Pandawa. Lengkap dengan patung para tokoh pewayangan di sisi kanan kirinya. Eksotis sekali.

Tapi yang lebih eksotis adalah, pusar bule cewek.:)

Ohh Tuhan, terima kasih telah memberikan rezeki kepadaku disaat yang tepat. 

- Pulau Dewata, 21 Desember 2017




Share:

2 comments: