Aku bukan yang terpandai. Aku bukan yang tercakep. Aku bukan
yang terhebat. Aku bukan yang sempurna. Bukan pula yang beruntung.
Aku tak
pernah mudah jalani setiap langkah. Tuhan tak izinkan itu. Aku mendagi cara
terjal. Ketika yang lain retas sederhana. Ketika yang lain telah dapat yang
mereka mau. Tuhan ingin aku masih terus berusaha. Ketika yang lain telah menari
di atas awan.
Aku hanya punya harapan-harapan. Aku hanya punya tekad. Aku hanya
punya doa-doa. Aku hanya punya keberanian. Aku hanya punya cira-cita. Aku hanya
bersama jerih payahku. Aku berharap melihat pelangi. Aku berharap melihat
warna-warni.
Dari hariku yang selalu hitam atau putih. Aku berharap bisa
melukis senyum di wajahku sendiri. Aku berharap asaku terbayar. Aku berharap
keringatku mongering. Berganti sinar cemerlang.
Tapi mereka bilang. Aku
pemimpi. Mereka bilang itu semu. Mereka bilang itu tak mungkin. Mereka bilang
aku tak tahu diri. Karena berkhayal terlalu tinggi. Mereka mengelus punggungku
dan berkata.
Aku harus lapang dada. Aku harus merelakan. Menyadari. Merendahkan
diri. Bahwa aku Cuma sedang bermimpi. Mereka memandangku dengan iba. Mereka
berbelas kasihan. Mereka menarikku kebawah. Memaksaku jatuh.
Aku terdiam.
Menganggukkan kepala. Berbohong pada diri sendiri. Bahwa aku memang seorang
pemimpi. Aku pemimpi yang memiliki harapan besar. Cita-cita besar untuk diraih.
Dengan mimpi-mimpi itu akan kubuka pintu-pintu. Yang kata mereka tak mungkin. Karena
aku seorang pemimpi akan kurawat jiwaku dalam mimpi-mimpi baikku yang
senantiasa terjaga.
Akan kubiarkan diriku ini hidup dalam mimpi yang membuatku
bertekad untuk mewujudkannya. Lihatlah orang-orang besar. Bukankah mereka
pemimpi juga? Mereka ditertawakan.
Mereka lakukan hal yang orang bilang tak
mungkin. Tapi mereka bertahan hidup didalamnya. Lalu mewujudkan mimpi-mimpi
itu. Akan kulakukan hal yang sama. Karena aku memang seorang pemimpi. Yang akan
lahir menjadi pelangi.
0 comments:
Post a Comment