Thursday 24 November 2016

Islam Merangkul Kedamaian

Secara pribadi , saya sangat menganggumi seorang Gus Dur dan saya yakin bahwa Islam adalah agama pembawa kedamaian. Namun, sayang sekali akhir-akhir ini label tersebut justru dirusak oleh oknum-oknum yang menganut fanatisme sempit dalam memaknai agamanya.

Kerap kali saya menemukan serangan psikologis dari agama terjadi lewat agitasi propaganda dengan memberikan stigma sesat. Hal itu akhirnya menjadi pembenaran dalam melakukan penyerangan, kekerasan, atau bahkan pembunuhan atas nama agama, khususnya di Indonesia.

“Wah, kelompok ini sesat! Mari kita haramkan!”

Secara tidak sengaja, hal itulah yang mereduksi titel agama kita, mendegradasi makna Tuhan kita. Terlihat jelas bahwa pandangan orang lain terhadap label tersebut adalah:

“Wah, tukang ribut! Sukanya cari masalah. Kenapa ga mau hidup berdampingan walau berbeda keyakinan? Kok egonya tinggi sekali?”

Suatu hari saya pernah bermimpi. Pada hari yang cerah itu, seorang anggota HTI merangkul anak-anak JIL, organisasi Gafatar, ataupun Ahmadiyah. MUI sibuk dengan rencana-rencana perdamaian antar umat beragama dan menghentikan semua stigma negatif yang diberikan terhadap umat minoritas sehingga tidak ada lagi konflik lagi atas nama agama.

Pada saat yang sama, semua orang berpikir bahwa ketika kita menyesatkan orang lain, orang itu adalah sama derajatnya dengan kita. Ya, mereka yang kalian yakini sebagai ciptaan Tuhan sesungguhnya memiliki keluarga dan mengharapkan hidup bahagia dengan kepercayaan mereka. Mereka memiliki kehidupan sendiri. Mereka semua saudara kita.

Terkadang dunia ini tidak hanya hitam dan putih. Membawa standar absolut kita terhadap orang lain dan ditambah unsur pemaksaan justru mereduksi agama kita sendiri.

Suatu hal yang kita miliki dicap buruk bukan karena orang lain, tetapi karena perlakuan kita sendiri. Jadi, marilah refleksikan artikel di atas. Saya yakin bila Tuhan sempat melihat umatnya di Bumi, Tuhan akan sangat bangga melihat kalian hidup tanpa mengkafir-kafirkan kepercayaan orang lain dan menoleransi keberagaman.

Regards from Jonru


Share:

0 comments:

Post a Comment