Wednesday 9 November 2016

Sisi Pinggir Indonesia

Sebuah kesempatan langka bisa berkunjung ke Kulonprogo secara gratis, kala itu saya datang dalam rangka Bakti Sosial disana. Sesuatu yang sangat dibutuhkan banyak masyarakat. Kulonprogo adalah kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi kedua di Yogyakarta. Sampai hari ini pengalaman berharga itu masih membekas di benak saya.

Berangkat menaiki truk dengan melewati jalan raya yang menghubungkan antara Kota Jogja dengan Kulonprogo. Awalnya sih perjalanan terasa sangat nyaman dan rileks walaupun dibawah terik panas matahari. Namun seketika jalan berubah menjadi tak bersahabat, yang awalnya beraspal mulus berevolusi menjadi bergelombang dan rusak, terasa seperti mengendarai rover di permukaan bulan.

Sekitar 30 menit saya ‘terpaksa’ menikmati jalanan tersebut selama menuju lokasi Bakti Sosial yang terpencil, dengan pemandangan jurang ditepi kanan dan tebing yang dikeruk disisi kiri. Terlihat juga pos-pos para pekerja pasir beserta alat-alat berat yang mangkal ditepi jalan, membuat jalan yang sebenarnya udah sempit menjadi sangat sempit lagi.

Itu baru masalah jalan, belum masalah listrik dan sebagainya. Jarak rumah antar warga pun sangat jauh, pertama kali saya kesana, saya merasa tersesat di hutan, karena tidak ada pertanda perkampungan disana. Yang ada hanya hutan, tebing yang dikeruk, jurang curam, tambang dan bekas longsor.

Sesampainya saya disana saya baru teringat mengapa harus membawa senter, ternyata, ketika malam, suasana disana berbeda 180' dengan suasana gemerlap kota. Disana gelap sekali, udah jarak antar rumah jauh banget. Kalau jalan-jalan malem gak bawa senter pasti akan tersesat, yakin.


Dok. Pribadi

Dok. Pribadi

Dok. Pribadi


Seperti itulah potret sebagian daerah Kulonprogo yang saya rasakan. Dimana infrastuktur yang semestinya membantu mobilitas masyarakat disana belum tersentuh sepenuhnya, sehingga berdampak buruk terhadap ekonomi masyarakat disana.

Padahal pada dasarnya gambaran umum mengenai pentingnya pembangunan dan perbaikan infrastuktur di Indonesia untuk menstimulasi kesejahteraan masyarakat. Sehingga ketika masyarakat tahu bahwa alokasi dana untuk pembangunan infrastuktur kecil, masyarakat akan kaget dan mempertanyakan dimana keseriusan pemerintah.

Mungkin akan ada yang bertanya ‘kalau misalnya dana yang dialihkan ke sektor infrastuktur lalu apa jaminannya benar-benar akan dibangun infrastuktur terebut?’. Pertanyaan itu sama naifnya dengan ‘kalau BBM tidak dinaikkan, apa jaminannnya rakyat tidak akan tercekik hidupnya?’

Dengan tidak adanya listrik di daerah-daerah pelosok Indonesia, air bersih tidak ada, sarana komunikasi yang terbelakang dan keadaan transportasi yang busuk. Yang saya maksud transportasi disini bukan hanya berbicara tentang kendaraan umum, tapi terlebih lagi, ketersediaan jalan raya yang bisa memperbaiki masalah jarak dan medan di daerah terpencil di Indonesia.

Masalah Indonesia adalah negara yang luar biasa besar. Secara medan, Indonesia itu luar biasa menantang. Kalau bukan infrastuktur, lalu bagaiamana lagi kita bisa membantu saudara-saudara kita yang berada di daerah terpencil dan pelosok. Karena dengan tersedianya infrasktuktur yang memadai akan mampu menopang kehidupan masyarakat yang memanfaatkannya, ekonomi membaik, mobilitas terjaga, pendidikan terjangkau, rakyat menjadi lebih makmur dan Indonesia semakin bersinar, tidak hanya di bagian tengahnya saja, namun juga disisi pinggirnya . Sekian





Share:

0 comments:

Post a Comment