Sebuah
kesempatan langka bisa berkunjung ke Kulonprogo secara gratis, kala itu saya
datang dalam rangka Bakti Sosial disana. Sesuatu yang sangat dibutuhkan banyak
masyarakat. Kulonprogo adalah kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi
kedua di Yogyakarta. Sampai hari ini pengalaman berharga itu masih membekas di
benak saya.
Berangkat
menaiki truk dengan melewati jalan raya yang menghubungkan antara Kota Jogja
dengan Kulonprogo. Awalnya sih perjalanan terasa sangat nyaman dan rileks
walaupun dibawah terik panas matahari. Namun seketika jalan berubah menjadi tak
bersahabat, yang awalnya beraspal mulus berevolusi menjadi bergelombang dan
rusak, terasa seperti mengendarai rover di permukaan bulan.
Sekitar 30
menit saya ‘terpaksa’ menikmati jalanan tersebut selama menuju lokasi Bakti
Sosial yang terpencil, dengan pemandangan jurang ditepi kanan dan tebing yang
dikeruk disisi kiri. Terlihat juga pos-pos para pekerja pasir beserta alat-alat
berat yang mangkal ditepi jalan, membuat jalan yang sebenarnya udah sempit
menjadi sangat sempit lagi.
Itu baru masalah jalan, belum masalah listrik dan sebagainya.
Jarak rumah antar warga pun
sangat jauh, pertama kali saya kesana, saya merasa tersesat di hutan, karena
tidak ada pertanda perkampungan disana. Yang ada hanya hutan, tebing yang
dikeruk, jurang curam, tambang dan bekas longsor.
Sesampainya saya disana saya
baru teringat mengapa harus membawa senter, ternyata, ketika malam, suasana
disana berbeda 180' dengan suasana gemerlap kota. Disana gelap sekali, udah
jarak antar rumah jauh banget. Kalau jalan-jalan malem gak bawa senter pasti
akan tersesat, yakin.
Dok. Pribadi |
Dok. Pribadi |
Dok. Pribadi |
Seperti itulah potret sebagian
daerah Kulonprogo yang saya rasakan. Dimana infrastuktur yang semestinya
membantu mobilitas masyarakat disana belum tersentuh sepenuhnya, sehingga berdampak
buruk terhadap ekonomi masyarakat disana.
Padahal pada dasarnya gambaran
umum mengenai pentingnya pembangunan dan perbaikan infrastuktur di Indonesia untuk
menstimulasi kesejahteraan masyarakat. Sehingga ketika masyarakat tahu bahwa
alokasi dana untuk pembangunan infrastuktur kecil, masyarakat akan kaget dan
mempertanyakan dimana keseriusan pemerintah.
Mungkin akan ada yang bertanya ‘kalau
misalnya dana yang dialihkan ke sektor infrastuktur lalu apa jaminannya
benar-benar akan dibangun infrastuktur terebut?’. Pertanyaan itu sama naifnya
dengan ‘kalau BBM tidak dinaikkan, apa jaminannnya rakyat tidak akan tercekik
hidupnya?’
Dengan tidak adanya listrik di
daerah-daerah pelosok Indonesia, air bersih tidak ada, sarana komunikasi yang
terbelakang dan keadaan transportasi yang busuk. Yang saya maksud transportasi
disini bukan hanya berbicara tentang kendaraan umum, tapi terlebih lagi,
ketersediaan jalan raya yang bisa memperbaiki masalah jarak dan medan di daerah
terpencil di Indonesia.
Masalah Indonesia adalah negara
yang luar biasa besar. Secara medan, Indonesia itu luar biasa menantang. Kalau
bukan infrastuktur, lalu bagaiamana lagi kita bisa membantu saudara-saudara
kita yang berada di daerah terpencil dan pelosok. Karena dengan tersedianya
infrasktuktur yang memadai akan mampu menopang kehidupan masyarakat yang memanfaatkannya,
ekonomi membaik, mobilitas terjaga, pendidikan terjangkau, rakyat menjadi
lebih makmur dan Indonesia semakin bersinar, tidak hanya di bagian tengahnya saja, namun juga disisi pinggirnya . Sekian
0 comments:
Post a Comment