Thursday, 23 January 2020

23 Januari 2020

4 hari ini aku berada di Jogja. Srawung kembali bersama teman-temanku di pondok-an dulu. Tampang mereka banyak yang berubah. Terutama gaya rambut. Kebanyakan dari mereka berambut gondrong. Aku merasa aneh dan sedikit risih melihat lelaki berambut gondrong.

Aku banyak menghabiskan waktu untuk berbincang-bincang sekaligus menghampiri kontrakan yang dihuni sesama anak Mu'allimin. Burhan dan Konoha salah duanya. Aku juga sempat berdiskusi filsafat dengan Defqi Heru yang kebetulan ia merupakan mahasiswa filsafat di UGM. Tapi menurut pendapatku, pemahaman filsafatnya tidak terlalu mumpuni. Masih banyak hal yang perlu dia pelajari.

Selain itu aku juga mengamati perkembangan bisnis teman-teman di Burhan. Mulai dari jualan kaos, celana boxer, sepatu, kaos kaki, handphone, vape hingga jasa pencuccan sepatu. Kukira bakat bisnis benar-benar dimiliki oleh Akmal, Huda, Soffan dan kawan-kawan yang lainnya. Bagaimana bisnis dimulai, perkembangannya dan manajemen profitnya. Hanya saja aku belum melihat kedewasaan ketika muncul konflik di dalam bisnis tersebut.

Aku sempat pula bertemu dengan Farhan dan Iqbal, kawan Forum Cendekiawan Merah yang kami ikuti beberapa bulan yang lalu di Malang. Pembahasan kami tak terlalu jauh, seputar Muhammadiyah dan IMM. Usai bertemu mereka, aku pergi ke angkringan Bintoro. Sebuah usaha yang dikelola oleh sahabar karibku semasa SMA. 

Ia masih saja seperti dulu. Pemalu dan sedikit bicara. Perbedaan yang tampak jelas adalah rambutnya yang mulai panjang. Ketika SMA dulu aku memiliki geng yang beranggotakan 3 orang. Aku, Bintoro dan Bocil. Kadangkala ikut bertambah satu personil, yakni Mushandma. Kami semua sering disebut sebagai Trio Piyik karena badan kami yang kecil.

Cukup sedih juga tak bisa bertemu Bocil sehingga anggota kami tidak komplit. Ia sedang berada di Bandung karena kebetulan jadwal kuliahnya sudah aktif. Tapi tidak apalah. Selama di angkringan aku mencoba bernostalgia aktifitas kami dulu dan bercerita mengenai hiruk pikuk drama percintaan yang aku alami. Momen yang luar biasa.

Sebenarnya aku juga ingin ngobrol panjang dengan Mushandma. Ia adalah mentorku dalam urusan wanita. Sayang, kesibukannya membuatku bertemu dalam waktu yang singkat. Aku harus pulang tanpa sempat menceritakan kegelisahanku. 

Aku pulang ke Malang bersama Huda naik kereta. Baru pertama kali ini aku naik kereta perjalanan jauh. Dan rasanya biasa saja. Tak ada yang istimewa. Hanya saja aku sedikit was-was ketika melihat petugas keamanan yang berkeliling. Karena ditas aku membawa 4 botol minuman terlarang. Terlarang bagi golongan yang berada di jalan lurus.
Share:

0 comments:

Post a Comment