Friday, 30 December 2016

Cabut Kuy

Bapak saya orangnya terlalu homies, rumahan. Mau jalan-jalan kesini kesitu nggak dibolehin. Keluar malem nggak dibolehin. Seakan-akan hidup cuman dirumah terus.

Padahal dunia kan jembar.

Kemana-mana saya mesti kabur dulu biar bisa jalan-jalan. Kemarin ke Bromo, Pantai Goa China, nonton Arema, semua pake kabur segala. Dan hari ini saya juga akan kabur lagi heuheu, kabur ke Pantai Sendiki untuk beachcamp ama tahun baruan bareng temen mbakku.

Lagian juga tahun baruan masak dirumah mulu dari kecil, sekali-sekali outdoor lah ya. Biar tahu keadaan diluar sana heuheu.

Bumi itu luas bung.
Tak selebar daun kelor.

Dan selamat tahun baru 2017, semoga di tahun ini semua akan menjadi lebih baik, terutama keadaan bangsa Indonesia.

Regards


Share:

Thursday, 29 December 2016

Air Panas Belerang

Sudah 2 hari ini saya mandi pake air panas belerang di Songgoriti, ya soalnya kalo dirumah airnya dingin jadi males mandi. Heuheu kan liburan.

Dan konon katanya air panas belerang bagus buat kulit, amin lah ya. Biar kulitku mulus dan sehat bersinar heuheu.

Di Songgoriti kalo mau mandi belerang cukup bayar 5000, dan sepuasnya. Tapi ya gitu, seruangan laki semua dan telanjang.

Memacu adrenalin.

Tapi enak kok, kayak sauna di Jepang, bikin betah mandi lama, udah anget hawanya sejuk lagi. Tapi bedanya kalo di Jepang cewek cowok satu ruangan, heuheu. Nikmat dah. Tapi ini Indonesia, bukan Jepang. Negara yang tahu adab dan harga diri, mahal bro harga diri rakyat Indonesia. Cowok dan cewek nggak bisa dicampur jadi satu, ntar malah didemo FPI kalo dicampur heuheu.

Recommended banget lah, heuheu.

Regards

Share:

Monday, 26 December 2016

Ada Apa Dengan Komunis (2)



Yups melanjutkan dari tulisan Ada Apa Dengan Komunis (1), jadi dibawah ini Propaganda Bahaya Kuning Dari Utara dan Ancaman Kebangkitan Hantu Komunisme.

Ketiga, Tebar Keresahan Tentang Masuknya Organisasi-Organisasi Asing

Disini mereka angkat seakan organisasi asing baru boleh masuk di masa Jokowi dengan PP No 58 dan 59 tahun 2016 tentang Ormas yang didirikan oleh WNA. Padahal sesungguhnya kedua PP itu adalah peraturan pelaksanaan UU No 17 tahun 2013 yang disahkan di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. --- Sumber

Keempat, Angkat Hantu Bahaya Laten Komunis Di Indonesia

Mereka angkat seakan ideologi yang sudah usang itu akan bangkit kembali. Seperti berita tentang keinginan Jokowi untuk meminta maaf kepada keluarga korban PKI. Padahal faktanya Jokowi tak akan meminta maaf ke eks PKI. -- Sumber




Keempat strategis propaganda itu kemudian mereka hubungkan dalam satu payung, yaitu sentimen rasis anti cina.. Mereka tidak memisahkan ras Cina yang WNI ataupun ras Cina yang WNA. Dalam propaganda mereka, yang namanya Cina adalah satu.

Selain itu, Cina juga diidentikkan dengan Kristen dan Komunis, sehinga tidak aneh dalam setiap propaganda mereka ditulis Cina Kristen atau Cina Komunis. Artinya, semakin jelas bahwa mereka ingin menebar rasisme.

Dari propaganda rasisme, mereka munculkan rasisme dan memancing konflik di masyarakat dengan membenturkan pribumi dengan WNI keturunan Cina. Bahkan mereka membohongi dan memprovokasi TNI dengan angkat hantu komunisme dan mitos banjirnya orang Cina di Indonesia.

Siapa saja aktor-aktor politik dibalik 4 strategi propaganda yang mengerikan ini ?

Silahkan cari sendiri di Google heuheu,saya tidak ingin menimbulkan fitnah bagi mereka, apalagi sampai ntar dijerat UU ITE heuheu. Yang jelas, percaya atau tidak percaya merupakan suatu hal yang nisbi didunia.

Regards.





Share:

Sunday, 25 December 2016

Praktek Kerja Lapangan

Laki-laki didepan saya ini, adalah Cahyo, kawan saya semasa SD dulu, Berperawakan seperti orang Jawa biasanya, sawo matang dan murah senyum. Kami mengobrol selama beberapa saat  disana, sambil menghisap beberapa tembakau kanabis U racikan U Bold miliknya, dan itu  mengganggu saya, kepulannya sangat tidak bersahabat di hidung.

Kami awali obrolan ini dengan pengalaman masing-masing setelah lama tidak bertemu, dan kemudian dia menyambungkan obrolannya tentang PKL-nya yang sedang dia jalani. PKL atau kepanjangannya Praktek Kerja Lapangan adalah semacam ujian praktik bagi anak-anak SMK, kalo udah kuliah namanya KKN. 

Ya hampir persis lah,

Dia mengambil jurusan farmasi, jadi PKL-nya adalah njaga apotik dan kebetulan apotiknya ada di Punten, tidak terlalu jauhlah dari rumahnya. Beda dengan kawan saya yang bernama Firman, dia mendapatkan tugas di daerah Malang, sehingga dia harus ngekos disana agar nggak bolak-balik Batu-Malang.

Dan yang lebih parah lagi adalah kawan saya yang bernama Rayis, dia mendapatkan tugas di Pembangkit Listrik Paiton, Probolinggo. Jauh sekali dari Batu, tapi ya beruntung orang tuanya juga pindah tugas disana, jadi masih ada yang mengkontrol.

PKL ini adalah masa yang istimewa bagi anak SMK menurut Cahyo, karena disitu dia bisa merasakan bagaimana ntar pas dewasa ketika bekerja, menjadi apoteker. Harus datang pagi-pagi, pulang sore, menunggu pembeil, menghafalkan obat dan meracik resep.

Udah terasa kayak bekerja aja, tapi bedanya kalo PKL nggak digaji.

Cuman sukarela aja sih.

Berbeda dengan anak SMA dan MA seperti saya, tidak ada kayak gitunya, paling cuman bikin Karya Tulis Ilmiah atau yang sejenisnya. Nggak ada pengalaman kerjanya heuheu.
Emang nasib.

Regards

Share:

Ada Apa Dengan Komunis (1)

Dua genting kaca meneroboskan cahaya dari langit, menerangi sebuah kanvas besar yang disandarkan pada dinding. Sebuah kasur berukuran mini tanpa bantal tergeletak tepat di depan kanvas. Dan disanalah saya tiduran, di rumah mbah saya di Jombang.

Jari-jemari ini sibuk bermain Twitter di HP sambil mencari sesuatu yang menarik, dan ternyata ada, yakni twitt dari Joxzin Jogja yang menurut saya penting untuk dibaca, yakni Propaganda Membongkar Bahaya Kuning Dari Utara Dan Ancaman Hantu Komunisme. Kurang lebih tulisannya seperti ini :

Sering dengar teriakan-teriakan seperti ini ?

Awas Komunis Bangkit Di Indonesia ! 
Itu lambang palu arit ada di uang jelas komunis !
Kamu komunis !
Keturunan Cina komunis !
Itu narkoba datang dari Cina !
Ini banyak TKA Cina mau ambil alih kerjaan pribumi !


Memang seperti itu udah kayak iklannya teh botol Sosro, apapun topiknya pasti ujung-ujungnya bahaya laten komunis. Atau apapun urusan dan perkaranya pasti ada tuduhan itu campur tangan Cina. Saking biasanya kita dengar soal ancaman komunis dan Cina, sampai-sampai orang luput dan lupa.





Luput dan lupa bahwa sebenarnya ini adalah pergerakan isu yang sistematis dan massif didorong oleh aktor-aktor politik. Tujuannya apa ?

Jelas untuk menimbulkan kebencian, keresahan, ketakutan, teror, dan buat menjatuhkan pemerintahan Jokowi-JK. Sebenarnya kalo dilacak, isu komunis dan CIna sudah diangkat kepublik semenjak Jokowi-JK dilantik menjadi pemimpin tertinggi di negara ini.

Setelah memobilisasi sentimen massa dengan gunakan isu penistaan agama, beberapa minggu terakhir mereka bergerak dengan mengunakan 4 Propaganda.

Pertama, Apapun Masalahnya Kaitkan Dengan China

Disini mereka bangun cerita bahwasanya telah terjadi skenario pencaplokan wilayah kedaulatan NKRI, banjir investor dan TKA di era Jokowi. Nah untuk itu mereka angkat soal Natuna dan Laut China Selatan, investor Cina, TKA dan lain sebagainya.

Jadi apapun yang ada soal Cina, langsung mereka angkat. Bahkan yang gak ada kaitannya dengan Cina dipaksa dikaitkan dengan Cina, seperti uang Rupiah keluaran terbaru yang dikatakan mirip dengan Yuan, padahal kalo diperhatikan secara seksama lebih mirip dengan Euro. -- Sumber

Tapi kan ya udah jadi tujuan mereka, jadikan masyarakat resah dan takut terhadap Cina

Kedua, Bangkitkan Intoleransi Dengan Mitos Kristenisasi

Disini mereka memanfaatkan momentum Natal dengan mendorong MUI sebagai pembenaran melakukan sweeping. Jadi ibaratnya nggak ada yang protes, terus mereka yang maksa keluarin fatwa MUI biar mereka bisa timbulkan keresahan. -- Sumber

Lanjutannya bisa dibaca di tulisan Ada Apa Dengan Komunis (2)

Regards


Share:

Thursday, 22 December 2016

Jatim Park 3 Didepan Mata

Kantor Satlantas Polres Kota Batu, adalah tujuan destinasi wisata saya pagi tadi, yups, saya kesana menemani saudara saya yang mau tes SIM, kalau saya sih tahun depan aja, soalnya untuk tahun ini masih 16 tahun, nah tahun besok pas 1 Februari udah 17 tahun deh, udah bisa bikin KTP heuheu.

Usai mendaftar, saya pulang naik motor dan melintasi Jalan Raya Beji sambil menghisap campuran tembakau kanabis dengan cappucino (BC), suasana jalan saat itu sepi, maklum lah ya orang kantoran udah masuk, tapi ditengah perjalanan mata saya terbelalak melihat plang dengan tulisan

"Mohon Doa Dan Restunya Karena Disini Akan Dibangun Jatim Park 3" 

Jangkrik, belum apa-apa sekarang udah mau dibangun Jatim Park 3, saat itu saya belum percaya sampai kemudian saya tanya sama bapak, dan ternyata iya disana mau dibangun Jatim Park 3.

Kok bisa ya, batin saya.

Wong di Batu saja wisatanya udah banyak, masih aja dibangun wisata lagi, dan itupun lokasinya di Jalan Beji, pintu masuk utama ke Kota Batu kalo lewat Malang dan Surabaya, di weekend aja disana udah macet, apalagi kalo ditambah wisata. Bisa tua dijalan ntar.

"ini yang bangun siapa sih, yang ngebolehin siapa sih, yang ngasih izin siapa sih, nggak mikir kali ya"

Beberapa tulisan diatas adalah pikiran pertama saya setelah melihat dan mengetahui kalo mau dibangun Jatim Park 3 di Kota Batu. Tapi saya nggak mau berhenti disitu saja, saya harus mengetahui asbabun nuzulnya kok bisa pemerintah memberikan izin kepada pengembang padahal seharusnya mereka tahu, disitu itu tempat yang menghubungkan Kota Batu dengan luar, harus steril dari kemacetan dan keramaian, seharusnya.

Dan setelah saya browsing di internet, hasilnya pun memuaskan.

Yang sebelumnya saya kecewa karena kemacetan yang akan timbul, ternyata disana pengembang akan melebarkan jalan yang sebelumnya cuman dua ruas menjadi 4 ruas, dan yang bikin saya seneng lagi adalah akan dibangun jalan layang untuk mengurangi kepadatan kendaraan.

Wow, jalan layang di dataran tinggi. Keren tuh kayaknya.

Terus yang bikin saya lega lagi adalah nanti dengan selesainya pembangunan Jatim Park 3, pengembang memprioritaskan karyawannya adalah SDM asli Kota Batu, yang nantinya diharapkan dapat mengurangi angka pengangguran di Kota Batu. 

Pun disana nanti para pedagang bisa menjual dagangannya di Jatim Park 3, lumayan ada tempat berjualan baru dan strategis pula. Good idea lah. Dari yang awalnya saya pesimis akhirnya saya menjadi optimis, karena pembangunan Jatim Park 3 ini juga banyak manfaatnya, futuristik lah ya.

Ya mau gimana lagi, sepertinya Kota Batu emang udah ditakdirkan menjadi Kota Wisata. Setiap tahun berganti, akan muncul wisata baru di kota ini. Dan semoga dengan kemunculan tempat wisata baru dapat diseimbangkan dengan berkurangnya angka pengangguran dan kemiskinan.

Shining Batu !

Regards



Share:

Tuesday, 20 December 2016

Sirah Anti Benjot

Dewasa ini perkembangan teknologi sudah semakin maju, para dedengkot perusahaan-perusahaan saling bersaing mengeluarkan produk-produk teranyar mereka, tak terkecuali transportasi. Semakin berumur, semakin ringan pula inovasi yang dikeluarkan oleh perusahaan transportasi.

Zaman dulu ketika kereta uap ciptaan Richard Trevithick baru saja jalan, beratnya kurang ajar, berton-ton, belum lagi batu baranya. Tapi sekarang, semua sudah serba ringan dan praktis, tidak perlu njlimet dan mbulet, sudah ada sistem terbarukan yang bernama matic.

Kalo bahasa otomotifnya matic itu sama aja dengan otomatis, lawan dari kata manual. Disamping itu, faktor kenyamanan dan keamanan juga patut diperhatikan. Terutama sabuk bagi pengendara mobil dan helm bagi pengendara motor. Baik roda dua maupun selebihnya.

Mungkin kita juga sudah tidak asing pula dengan kelakuan para pengendara motor yang tidak memakai helm tapi tidak ditilang polisi, ternyata di Indonesia memang ada loh. Mereka adalah orang-orang yang 'sirahnya anti benjot'. Heuheu

Seperti simbah-simbah abdi dalem
Terus bapak-bapak jamaah majelis
Terus gerombolan supporter sepak bola, suer dah 

Saya kemarin aja baru ngalamin, dari Kota Batu sampai Stadion Kanjuruhan yang lumayan jauh itu, saya tidak memakai helm sama sekali. Dan hasilnya aman sentausa dari tangan aparat polisi.

Mungkin ya gara-gara saya memakai kaos Arema dan bawa syalnya jadi aparat polisi takut untuk menilang saya, bisa jadi nanti kalo menilang saya Aremania lain ikut emosi dan akhirnya polisi juga deh yang kena imbasnya heuheu.

Tapi ya jangan ditiru lah ya, kemarin cuman nge tes aja kok, kan denger dari temen-temen kalo nonton Arema nggak usah pake helm, aman kok. Dan ternyata 100% aman terkendali heuheu. Ternyata sirahku anti benjot juga.

Regards
Share:

Kota Batu Nduwe Gawe

Pagi tadi, saya membaca koran Jawa Pos bagian Radar Kota Batu, dan dibawah sendiri terdapat footer dengan gambar 4 pasangan calon walikota dan wakil walikota Batu periode 2017-2022. Oh, ternyata dekat-dekat ini Kota Batu mau nyelenggarain pesta demokrasi heuheu.

Setelah melihat para pasangan, saya memprediksi bahwa pilwali kali ini akan dimenangkan oleh satu pasangan, ya jelas sih. Maksudnya satu nama pasangan, dan saya yakin akan dimenangkan oleh pasangan yang itu. Mari kita teliti satu-pesatu.

H. Rudy dan Sujono Jonet

Ini adalah pasangan nomor urut satu yang diusung oleh koalisi dari Partai Amanat Nasional ( PAN ), Partai Hati Nurani Rakyat ( Hanura ) dan Partai Nasional Demokrat ( NasDem ). Jujur, saya belum sering mendengar nama itu, tapi saya sedikit tahu profilnya dari bapak saya.

H. Rudy ini merupakam tokoh masyarakat di Kota Batu, namanya semakin mencuat ketika menjadi tokoh sentral perjuangan mata air Gemulo yang ketika itu mau digusur dan diganti menjadi hotel. Beliau juga dikenal sebagai petani dan pengusaha apel, dan saat ini menjabat sebagai ketua DPD PAN Kota Batu. 

Lalu Sujono Jonet, setau saya, beliau adalah pengusaha dan seniman pembuat lampion yang telah terkenal ke mancanegara. Beliau mempunyai link yang banyak dengan para pengusaha-pengusaha sukses yang tentu saja dapat membantu dalam segi finansial kampanye. Apalagi jurus serangan fajar heuheu.

Saya juga sering melihat sticker Koncone Djonet di berbagai sudut Kota Batu, terutama di mobil angkutan. Ini merupakan strategi yang ampuh sekali dalam menarik dukungan massa, ya walaupun massa tidak memilih setidaknya massa tau, oh ini toh Djonet. Mengingat angkutan merupakan kebutuhan vital bagi mobilitas masyarakat di Kota Batu.

Dewanti Rumpoko dan Punjul Santoso

Nah kalo kedua nama ini saya sudah sangat familiar sekali, saya sering bertemu keduanya, ya maklum lah mereka adalah rekan kerja bapak saya di Pemkot. Bu Dewanti Rumpoko merupakan istri dari walikota Batu sekarang, bapak Eddy Rumpoko. Sedangkan Punjul Santoso adalah wakil walikota Batu saat ini.

Besar kemungkinan mereka menang karena hampir mayoritas warga Kota Batu sudah mengenalnya, apalagi Punjul Santoso sudah memiliki rekam jejak dalam memimpin pemerintah Kota Batu, itu dapat menambah nilai elektabilitas mereka.

Untuk masalah finansial, sepertinya tidak terlalu menjadi penghalang, karena pasangan nomor urut 2 yang diusung oleh PDIP ini mempunyai sumber fulus yang sangat besar, terutama keluarga Dewanti Rumpoko yang memiliki banyak perusahaan-perusahaan dan kedekatannya dengan Pak Sastro, pemilik Jatim Park dan sekitarnya yang dapat memberikan bantuan sangat besar.

Seperti yang dilakukan ketika Dewanti Rumpoko mencalonkan diri menjadi Bupati Malang, bagaimana mungkin warga se Malang diajak ke Jatim Park tanpa membayar alias gratis jikalau tidak ada lobby kuat dari orang dalam.

Heuheu

Khairuddin dan Hendra Angga Sonatha

Untuk pasangan nomor urut 3 yang diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB ) dan Partai Demokrat ini saya merasa asing mendengarnya. Denger-denger sih Khairuddin ini berasal dari lingkungan agamis atau pesantren. Sedangkan Hendra AS adalah ketua KNPI Kota Batu.

Ya itu saja sih informasi yang saya tau tentang pasangan ini.

Abdul Majid dan Kasmuri Idris

Nah kalo ini menurut saya adalah pasangan paling GG, karena mereka mendaftar lewat jalur non partai alias independen atau perseorangan. Padahal pada dasarnya, kecil kemungkinan calon independen bisa mengalahkan calon partai, kecuali kalo calon independen tersebut petahana.

Tapi ini adalah langkah ya patut diapresiasi, dan juga Abdul Majid adalah seorang PNS yang bergerilya memajukan sentra organik di Kota Batu, mungkin namanya sudah tak asing lagi bagi para petani organik. Mungkin tapi saya tidak tahu, jarang mendengar nama mereka sih heuheu.

Dan akhirnya,

Setelah melihat 4 pasangan tersebut, saya berani memberikan presentase prediks hasil pemilihan sebanyak 50% Bu Dewanti-NF, 25% H. Rudy-NF, 12,5% Khairuddin-NF dan 12,5% Abdul Majid-NF.

Untuk hasil aslinya, mari kita tunggu bulan Februari besok, semoga pasangan manapun yang terpilih dapat memberikan kontribusi yang nyata kepada Kota Batu dan jangan membawa orang-orang Cina ke Batu ya heuheu

Regards

Share:

Monday, 19 December 2016

Kandang Singa

Bersatu dalam jiwa
Bersatu dalam nyawa
Janji sumpah setia
Arema selamanya
Syalalala ooo Arema

Arema Cronus, atau dulu dikenal sebagai Arema Malang, Arema FC, Arema Indonesia, atau Arema yang lain, merupakan klub kebanggaan arek-arek Malang. Tidak sebatas di Kabupaten Malang saja basis penggemarnya, bahkan di luar Indonesia pun banyak yang mengidolakan kesebelasan Arema. 

Coba lihat video Indonesia pas melawan Vietnam kemarin di semifinal AFF 2016, disitu terlihat ada supporter Indonesia yang memegang bendara sang saka merah putih dengan logo Arema ditengahnya, padahal itu sedang main di Vietnam.

Arema memang tidak kemana-mana, tapi ada dimana-mana.

Nah kemarin, saya berkesempatan untuk menonton secara langsung pertandingan Arema di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang. Kalau dari rumah saya sekitar 1 jam-an lah, jika lancar. Saya berangkat secara diam-diam, dalam artian tidak pamit ke bapak terlebih dahulu. Soalnya kalo pamit dulu pasti nggak bakalan dibolehin.

Jadi ya saya berangkat secara sembunyi-sembunyi, kabur lah bahasanya, baru kemudian pas dijalan saya nge-WA bapak, ya biar tahu dan nggak disuruh balik ke kerumah, kan udah otw stadion heuheu.

Sepanjang perjalanan, banyak sekali aremania dan aremanita yang juga berangkat kesana. Ada yang naik motor, mobil, pick up, angkutan dan kendaraan roda 4 lainnya. Bahkan ada yang gonceng 3 alias cenglu. Tak berapa lama kemudian saya sampai disana dan langsung masuk ke stadion, padahal mainnya jam 18.30, tapi saya masuk jam 13.00 dan duduk di tribun bawah scoreboard.

5 jam saya berada dibawah panas terik matahari Kabupaten Malang, bersama para aremania lainnya yang sudah masuk kedalam stadion. Sambil berbincang-bincang sesama aremania dari Karangploso dan Sidoarjo.

Ya begitulah kandang singa, sama seperti stadion lainnya. Jika hujan ya basah, jika panas ya kering. Sama aja nggak berbeda, hanya saja Kanjuruhan memiliki aura yang berbeda menurut saya. Sama seperti masjid, kalo masuk pasti hati menjadi tentrem dan ayem.

Nah disitu juga sama, ribuan orang yang berbeda asal berkumpul menjadi satu untuk sebuah kebanggaan, Arema. Inilah miniatur dari Bhinneka Tunggal Ika yang sesungguhnya. 

Salam satu rasa
Salam satu jiwa
Dan salam bonek jancok !

Heuheu jangan tersinggung dengan kata yang terakhir ya.

Regards

Share:

Saturday, 17 December 2016

Juara Tanpa Mahkota

Tiba-tiba mata melotot, terbelalak, skor di bagian kanan atas layar televisi LED rumah saya berganti menjadi 2-0. Ternyata gawang Indonesia yang dijaga Kurnia Meiga jebol kembali, melalui tendangan keras pemain Thailand yang tak mampu dihalau oleh pemain belakang Indonesia, dan tak bisa dijangkau oleh tangan Kurnia Meiga.

Ingin sekali saya mengucapkan kata 'Asu', 'Bajingan', 'Lonte'. Tapi mengingat posisi saya sedang di rumah dan ada bapak saya, maka saya pendam kata-kata indah tersebur didalam hati saja. Heuheu.

Tertinggal dua gol sulit sekali rasanya Indonesia bisa membalikkan keadaan, selain kalah mental, saya merasa permainan Indonesia tidak sekeren pertandingan sebelumnya. Entah strategi apa yang disiapkan oleh Alfred Riedl, sang wajah datar. 

Banyak sekali umpan-umpan nggak jelas yang dilakukan oleh pemain Indonesia, bukan bermaksud menghina atau tidak menghormati mereka, tapi saya rasa ini adalah salah satu evaluasi terbesar. 

Ya bagitulah permainan, kadang salah, kadang benar.

Kadang benar disalahkan, kadang salah dibenarkan.

Tapi,

Saya tetap bangga dengan timnas Indonesia, perjuangan mereka patut diacungi jempol, perjalanan menuju final tidaklah landai, penuh dengan halang rintang dan jebakan. Mereka menunjukkan sikap nasionalisme yang luar biasa walau tidak jadi mendapatkan hadiah 12 miliar dari Pak Jokowi, heuheu.

Disaat situasi didalam negeri kisruh mengenai isu intoleransi dan terorisme, mereka dapat memberikan angin segar yang menghibur jagat negeri ini. Meski mereka pulang tanpa membawa trophy, tapi mereka membawa hadiah yang lebih mahal dan lebih mulia dari trophy tersebut.

Yakni persatuan.

Mereka adalah juara yang tak bermahkota, yang mampu mengharumkan nama bangsa, dan memberikan hiburan yang berkualitas. 

Terima kasih timnas Indonesia
Terima kasih Garuda.

Dan, terima kasih Abduh Lestaluhu

Anda telah membuktikan betapa pentingnya jati diri, ngajak rusuh, mari rusuh, kita bukan bangsa bermental tempe. Sekali dijotos, balas 2 jotos. Dan untuk warga Thailand yang sedang di Indonesia,

Hati-hati kena sweeping heuheu.

Regards







Share:

Garuda Dalam Kandang Gajah

Leg kedua babak final AFF antara Timnas Indonesia melawan Timnas Thailand nanti malam di Stadion Rajamanggala merupakan momen yang sangat ditunggu-tunggu rakyat Indonesia. Perjuangan Boaz Salossa dan kawan-kawan untuk mencapai babak final memang tidak mudah, mereka jatuh bangun ditengah lapangan untuk bisa berdiri hingga malam nanti.

Pada saat leg pertama, alhamdulillah Indonesia menang dengan skor 2-1, meskipun sempat tertinggal lebih dahulu, tapi Boaz dkk mampu membalikkan keadaan hingga peluit panjang ditiup. Karena comeback is real. Jangan sampai kita dipermalukan di kandang sendiri.

Dan malam ini, garuda akan bertandang ke kandang gajah, entah nanti akan menerkam atau terpental. Dari segi keterampilan, gajah lebih unggul daripada Indonesia, lihat saja track record mereka selama AFF ini, nyaris sempurna. 

Disisi lain garuda juga mempunyai keunggulan, stamina dan energi garuda lebih maksimum daripada gajah, entah kenapa, mungkin karena makanan di Indonesia leih bergizi dan bernutrisi daripada di Thailand. Mungkin saja.

Hanya saja yang saya khawatirkan adalah kecerobohan dan kegegabahan garuda, itu bisa berakibat fatal sekali. Lini depan gajah diisi oleh pemain-pemain bintang dan mempunyai kapabilitas yang tinggi. Terutama Dangda, kemarin saja saya main PES lawan Thoriq kalah gara-gara pemain itu. Heuheu

Satu bola lepas, satu angka juga lepas

Tapi yang jelas, duel nanti malam akan menjadi duel yang seru dan sengit, 4 kali Indonesia masuk ke final AFF tapi tak pernah satupun membawa trophy juara. Jangan sampai Indonesia mengulang untuk yang kelima kalinya. 

Dan ingat.

Bola itu bundar, bukan datar.

Bola bundar akan sulit untuk diterka, dia akan terus menggelinding, sampai ada yang menghentikannya. Dan konon, gajah lebih pintar bermain bola daripada garuda.

Regards





Share:

Friday, 16 December 2016

Miss Mindset

Siang tadi, saya nongkrong di tempat langganan saya, Warung Mbak Ing, sambil ber-ramah tamah dengan kawan lama. Dengan sentuhan Pop Ice Taro dan sebatang tembakau kanabis racikan PT Gudang Garam.

Disana saya mendengar obrolan kawan lama saya mengenai kondisi teman-temannya yang semakin memprihatinkan. Kondisi yang sama persis terjadi di daerah pedesaan/perkampungan, dimana belajar di sekolah tidak lagi menjadi suatu kewajiban bagi anak.

Pada umumnya di daerah pedesaan, tidak mengenal konsep belajar tingkat lanjut, mayoritas dari mereka akan berhenti belajar di sekolah pada waktu SMA, bahkan SMP. Karena pola pikir mereka hanya terfokus bagaimana caranya agar bisa bersawah, berladang, dan bekerja. Tidak peduli berapapun bayarannya asal bisa makan minum, itu sudah cukup.

Sebagian orang lain beranggapan bahwa hal seperti itu adalah kesederhanaan.

Salah besar.
Sekali lagi salah besar.

Indonesia tidak akan bisa maju jika pola pikir masyarakatnya masih seperti ini. Belajarlah setinggi-tingginya, belajarlah sampai matahari terbit dari barat. Tidak hanya mengandalkan kata 'bisa'. Tapi andalkanlah kata 'mampu' dan 'faham'. Sekarang ini, hampir 90 % pekerjaan membatasi jenjang pendidikan bagi karyawannya. Ada yang batas minimalnya SMA, D1, D2 dan lain sebagainya. Bahkan di beberapa wilayah untuk menjadi sesosok guru minimal harus S1, dan untuk menjadi dosen harus meniti karier sampai S2 terlebih dahulu.

Oleh karena itu, saya sedikit sedih mendengar beberapa kawan saya yang berhenti sekolah tanpa alasan yang jelas, saya yakin bukan masalah ekonomi yang menyebabkan mereka berhenti. Tapi masalah kemauan dan pergaulan. Jikalau memang menjadi anak yang pemalas, belajarlah di sekolah yang isinya pemalas semua, jangan belajar di sekolah yang isinya anak-anak rajin.

Ntar malah terbelakang dan menunda naik kelas.

Dan juga, 

Nggak ada yang namanya DO dalam sistem sekolah, terutama SMP dan SMA. Untuk keluar dari sekolah tak sebercanda itu, sebenarnya, apabila ada suatu kasus yang dialami sangat krusial, pasti kepala sekolah akan memberikan 2 pilihan, mengundurkan diri atau diundurkan. Tapi mau milih yang mana saja, yang diputuskan pasti mengundurkan diri.
Mengingat keberlanjutan siswa yang bersangkutan apabila di DO, akan susah mendapatkan sekolah lagi. Makanya pilihan yang sangat bijak apabila ditulis mengundurkan diri.

Itu aja sih, 

Regards

Share:

Thursday, 15 December 2016

Badai Datang Dan Pergi

Malam tadi, ada acara yang sangat sederhana sedikit mewah, yups, Closing Ceremony Semarak IPM Mu'allimin yang kedua puluh dua. Acara puncak dari serangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan selama seminggu terakhir ini.

Dengan persiapan yang sedikit mendadak, H - 23 jam, heuheu. Sekali-kali bekerja secara kepepet, dan untungnya panitianya profesional dan totalitas. Konsep closing yang menarik disertai panggung yang minimalis, serta dekorasi yang nggak garing.

Semua dipersiapkan serba kepepet, gabus, obor, minyak, baru dibeli pas hari H. 

Its okey

Dan kemudian saatnya dimulai, awalnya berjalan lancar dan sesuai rencana, tapi kemudian, malapetaka datang.

Gerimis
Hujan deras
Angin kencang
Bubar semua.

Peserta berlarian ke pinggiran, mencari perlindungan dari peluru air yang meluncur deras dari atas, berdesakan saling mencari tempat yang iyup. Panitia kemudian bingung, apalagi saya selaku ketua Panitia SIM #22.

Badai datang terlalu lama, dengan berat hati closing ceremony dibubarkan, mengingkari rundown yang telah dibuat sebelumnya.

Peserta kembali ke asrama dan panitia menyelamatkan barang-barang non waterproof. Hujan-hujanan diiringi kegembiraan atas menangnya Timnas Indonesia melawan Thailand, heuheu.

Badai datang dan pergi, tanpa memberitahu akan kehadirannya, dan pulang tanpa pamitan. Menyisakan isak tangis kesuksesan dan sisa air hujan, plus keringat air mata.

Regards


Share:

Tuesday, 13 December 2016

Homo Individualis

Secarik tulisan saya tulis di diarynya Defqi, mengenai seluk beluk Homo.Homo dalam perspektif antropologi manusia, bukan dalam perspektif penyakit semacam LGBT.

Homo secara etimologis berarti manusia. Kita adalah homo, baik perempuan maupun laki-laki adalah homo. Sekali lagi homo dalam shiratal mustaqim, bukan yang menyeleweng. Dan entah mengapa, sekarang ini banyak sekali manusia-manusia yang mulai kerasukan roh homo individualis. 

Untuk yang belum tahu, homo individualis itu adalah manusia sebagai makhluk individu, maksudnya manusia yang tidak memiliki ikatan dengan manusia lain. Manusia yang secara bebas menentukan sendiri apa yang dilakukannya sesuai dengan keinginannya. Cara berpikir yang seperti ini melahirkan banyak sekali revolusi di dunia, Seperti revolusi Prancis yang terjadi pada tahun 1789 dengan semboyannya yang sangat terkenal.

Liberte ( Kebebasan )
Egalite ( Persamaan )
Fraternite ( Persaudaraan )

Paham individualis seperti ini pada akhirnya menciptakan model pemerintahan baru, yakni demokrasi. Yang dimana setiap warga negara memiliki hak untuk berpendapat sesuai dengan hati sanubarinya. 

Namun yang menjadi catatan, untuk menjadi manusia indivualis dalam suatu negara yang bersistem demokrasi, ada suatu pembatas yang membentengi hak dari manusia tersebut, yakni undang-undang. Apa yang telah ditulis dan disahkan dalam undang-undang tidak boleh dilanggar oleh warga negara demokrasi.

Apabila melanggar, maka manusia tersebut telah melakukan offside dan berhak untuk mendapatkan ganjaran yang setimpal. 

Dan akhir momen ini, saya menghimbau kepada teman-teman semua yang membaca tulisan tidak terlalu penting diatas, supaya dapat menjadi homo individualis yang tahu diri, yang tahu batas, yang tahu tembok. Paham mana yang bisa dilewati, paham mana yang bisa dilompati dan paham mana yang nggak bisa diterobos.

Hidup nggak soal diri sendiri doang kok, masih ada anak, istri, orang tua, sahabat, mantan, selingkuhan dan homonan,heuheu. 

Btw yang terakhir bercandaan loh ya,

Regards




Bb

Share:

Saturday, 10 December 2016

Hidup Berprinsip

Saya hidup di keluarga yang tidak terlalu njlimet dan mbulet. Kakek saya asli Probolinggo, sedangkan nenek saya asli Malang.

Dari keduanya lahir bude dan pakdhe saya, ada yang sudah almarhum dan ada pula yang masih hidup. Jika ditotal jumlahnya ada delapan. Maklum lah jaman dulu kan belum mengenal Keluarga Berencana. Jadi ya digenjot terus sampe bosen. Lha wong enak kok, heuheu.

Diantara pakdhe saya tersebut, ada 1 orang yang masih mempertahankan budaya merokok. Entah mungkin dulu bapak saya juga merokok atau tidak yang jelas sekarang bapak saya tidak merokok. Hanya 1 orang yang saya tahu di keluarga saya yang tetap merokok, pakdhe. Di rumah saya pun, disediakan asbak, tapi untuk diruang tamu bagian depan, di serambi rumah. Beberapa tamu yang datang kerumah saya juga sering merokok disana. Yang jelas tidak didalam rumah.

Ketika kumpul keluarga, pakdhe saya yang satu itu tidak pernah merokok didekat orang-orang yang non perokok. Beliau menghormati mereka.

Dan yang saya tahu, keluarga saya tidak mempermasalahkan apabila ada anggotanya yang merokok. Selama orang itu merokok ditempat yang benar. Ketika berkumpul pun berjalan seperti biasa, penuh dengan cerita dan canda tawa. Didalam momen-momen itulah saya merasakan bagaimana indahnya perbedaan prinsip dalam mensikapi 'asap', menikmati kebahagiaan berkeluarga dalam perbedaan yang sesungguhnya.

Karena rokok bukanlah pemecah suatu hubungan, melainkan setitik aroma. Mau diapa-apakan ketika rokok dibakar akan menimbulkan asap. Asap yang seharusnya bisa menjadi penenang. Heuheu Kok malah nyambung rokok lagi sih


Udahlah, biarkan orang-orang yang sensitif dengan rokok sibuk berdebat.

Akhir kata, saya tetap akan merokok, entah ntar hidup saya berakhir seperti apa, itu adalah urusan saya. Hak saya, dan jangan mengganggunya.

Jika ada yang tidak terima, ya bodoh amat, bibir saya hitam? Urusan saya. Paru-paru saya berasap? Urusan saya.

Ini hidup saya, saya yang menjalaninya dan Allah yang menentukannya. Bukan Anda, heuheu
Santai aja lah heuheu, dan insya Allah tulisan ini adalah tulisan terakhir tentang 'rokok'. Saya baru menyadari bahwa merokok merupakan urusan internal, tidak untuk diumbar-umbar di khalayak.

Regards


Share:

Friday, 9 December 2016

Mana Musik Yang Terbaik


Joko, seorang pemuda tanggung dari desa, baru saja merantau untuk menempuh gelar sarjananya di salah satu kota besar di Indonesia. Dengan bangganya, sebagai salah satu penggemar berat Pee Wee Gaskins dan Lyla, Joko berbagi referensi musik dengan kawan-kawan barunya. Namun, bukannya mendapat pujian karena pilihan musiknya, justru sikap sinis teman-temannya yang dia terima.
“Ah, Jok! Pilihan musik lo itu kampungan banget, apalagi itu Pee Wee Gaskins dan Lyla. Cuma alay yang dengar lagu kayak itu,” kata teman-temannya.
Joko heran, musik seperti apa yang kemudian menjadi representasi kaum urban, apakah berbeda jauh dengan musik-musik yang justru didengar oleh kaum rural seperti Joko.
“Coba dengerin musik-musik kayak Barasuara, Payung Teduh, Float, Banda Neira, dan lainnya. Musik-musik seperti itu sekarang lagi digemari banyak orang,” kata temannya yang lain, pria yang baru-baru ini menangis bahagia setelah menonton langsung Mocca untuk kali pertama di Bandung.
Joko kemudian mencoba mendengarkan berbagai jenis musik yang direkomendasikan temannya sembari mulai meninggalkan Lyla dan PWG yang sering Joko dengar sebelum tidur. Efeknya luar biasa, Joko mulai benci dengan musik-musik yang sebelumnya sering dia dengar, karena tidak ingin lagi dianggap norak.
Setelah satu tahun Joko mengikuti berbagai perkembangan musik lokal, dengan mantap, Joko kembali ke kampungnya untuk memberikan warna baru untuk teman di kampungnya soal musik berkualitas dari kaum urban. Joko beranggapan, teman-teman di kampungnya akan keluar dari jurang “kenorakan” dan bisa bergaul dengan kaum urban, sebab Joko yakin, salah satu yang mampu menaikkan derajat kaum rural adalah lewat musik berkualitas. Joko pernah sekali-dua kali ngamen untuk dana usaha acara di kampusnya dengan membawakan lagu dari Monkey To Millionaire dan dapat banyak uang.
Sesampainya di kampung, justru Joko kembali mendapat sikap sinis dari teman-temannya. “Senar Senja atau Silampukau ini enak sih, Jok. Tapi yakin kamu ndak sekadar ikut-ikutan dengerin ginian? Aku ndak ngerti apa bedanya cara menikmati lagu ini sama Noah dan Kerispatih,” kata temannya yang juga Sahabat Kotak.
Joko bingung, siapa yang sebenarnya punya selera musik buruk. Joko memaklumi temannya berasal dari dua kaum yang berbeda. Joko sendiri merasa baik itu Lyla atau Barasuara sebenarnya menarik untuk didengar. Toh, Joko merasa semua musik yang dia dengar cocok di kupingnya yang tidak terlalungota tapi tidak terlalu ndeso pula.
Perpustakaan dalam otak Joko setelah satu tahun bergerilya mencari musik terbaik untuk kaumnya cukup besar meski belum lengkap terisi oleh berbagai musik. Joko menikmati dentuman hyperblast dari musik dengan aliran slamming brutal death metal yang bahkan Joko kadang tidak mengerti apa yang mereka nyanyikan, hingga senangnya melihat kecantikan yang seragam dari aliran pop Jepang dan Korea, seperti LinQ dan F(X).
Tapi, yang tidak bisa Joko pahami adalah apa yang membuat karya musik punya indikator abstrak terkait ‘buruk’ dan ‘baik’ terutama dalam masalah sosial.
Polemik yang dihadapi Joko juga sering saya alami. Kadang, saya sering dilontarkan pertanyaan musik seperti apa yang saya suka. Pertanyaan seperti ini biasanya berakhir dengan jawaban sinis, “selera lo gitu amat” karena saya kadang juga menjawabnya dengan “Pee Wee Gaskins dan Lyla”.
Saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan saat bertanya kenapa saya harus membenci dua musisi tadi. Khusus PWG, yang juga punya basis haters denga nama APWG (Anti-PWG) sepertinya dibenci tanpa alasan yang cukup kuat, hanya karena penikmatnya sering mendapat titel ‘alay’ akibat banyaknya musuh PWG di skena Jakarta kala itu. Buktinya, teman saya yang dulu sempat menggilai PWG, hingga punya berbagai merchandise khas mereka dengan tega membakar seluruh koleksinya hanya karena banyak yang mengejeknya dengan titel yang sama. Sama halnya dengan Lyla, saya bahkan punya playlist khusus untuk lagu-lagu milik Lyla, Kotak, Samsons, Seventeen, dan lainnya di Spotify karena toh buat saya lagu mereka tidak jelek-jelek amat.
Malah, saya yakin dengan satu hal; kebanyakan yang mendengarkan Barasuara, Payung Teduh, Banda Neira, dan lainnya adalah orang-orang yang mengalami bias kognitif. Saya tentu menghargai yang memang sampai bergerilya menikmati Barasuara, tapi tidak yang kemudian bersusah payah hanya untuk mencerna substansi lirik milik Efek Rumah Kaca pada setiap albumnya. Sederhananya, bias kognitif menjadikan seseorang membuat penilaian yang tidak masuk akal hanya karena persepsi dan masukan lainnya mereka peroleh dari orang lain yang dianggapnya lebih berpengaruh. Bahasa kerennya, mereka mengalami sebuah teori bernama bandwagon.
Sesuatu yang saya pahami adalah, bias kognitif ini meliputi berbagai aspek. Payung Teduh tidak jauh beda dengan Letto yang punya lirik romantis, atau justru saya malah melihat substansi komposisi musik Vagetoz lebih jelas dan sederhana dibandingkan Banda Neira atau Senar Senja yang butuh dua hingga tiga kali dicerna sebelum akhirnya paham maksud komposisinya.
Toh, saya yakin jika D’Masiv mengubah namanya menjadi Abhipraya dan membuat musik dengan lirik layaknya The Trees and The Wild tanpa orang tahu mereka ada dibalik nama Abhipraya, tentu banyak yang akan sukarela mendengar musiknya.
Saya pun meyakini hal lainnya; akan banyak yang protes saat saya menyatakan pendengar Barasuara itu alay, sedangkan tidak ada yang protes saat saya menyatakan pendengar Wali dengan hal yang sama.
Saya menganggap tidak elok rasanya jika kemudian memberikan indikator abstrak terkait bagus dan tidaknya sebuah musik hanya karena masalah kelas-kelas sosial yang diciptakan oleh kita sendiri. Hanya karena fansnya bukan berasal dari kaum menengah atau urban yang terbiasa mengonsumsi lirik yang lebih kompleks, kemudian merendahkan musik yang sebenarnya tetap menarik untuk dinikmati, sayangnya musik mereka milik kaum rural dan marjinal. Toh, kelas-kelas sosial ini juga diciptakan lewat satu medium yang sama; pasar.
Efek Rumah Kaca juga menekankan, pasar bisa diciptakan. Pasar yang berbeda untuk kelas urban dan rural bagi saya tidak layak menjadi sebuah indikator kuantitatif dan kualitatif terkait karya musik.
Saya toh tidak malu menyetel musik-musik tadi di tempat umum karena memang masih layak untuk didengar, sedangkan tidak sedikit pula yang malu untuk menyetel lagu yang sama hanya karena masalah socio-labelling dari orang-orang di sekitarnya. Sama halnya saat saya menyetel lagu Kesempurnaan Cinta milik Rizky Febian yang direspon, “wah, bagus ini lagunya, punya siapa?” yang kemudian direspon berbeda saat tahu itu lagu anak dari salah satu komedian ternama Indonesia.
Saya benci jika harus menjadi seperti Joko, yang kebingungan ingin terlihat seperti kaum urban hanya untuk diakui selera musiknya bagus meski dasarnya kupingnya lebih cocok mendengar lagu-lagu yang dinikmati kaum rural. Tapi, saya juga ingin bisa seperti “Joko”, yang bisa menikmati hampir semua lagu, mulai dari slamming brutal death metal, pop korea-jepang, sampai koplo-jaranan ala-ala OM Sagita.
Assololeeeey, Heuheu
Regards from Bung Oktadiora Pratama, sambil bingung memilih mana lagu yang pantas didengarkan ketika gabut.


Share:

Tuesday, 6 December 2016

Bahaya Deadline

Jangan sekali-kali meremehkan deadline, karena kalo udah dikejar deadline rasanya hidupnya jadi runyam. Serius deh, udah hampir seminggu ini separuh hidup saya dihantui oleh deadline. 

Deadline remidi
Deadline proposal.
Deadline dana.
Deadline nulis.
Deadline soal.
Deadline bayar utang

Heuheu, ini akibat dari malas dan suka menunda-nunda. Emang bener ya kata pepatah, time is running, waktu itu berlari, bukan berjalan. Makanya kok tiba-tiba udah mepet deadline. Benar-benar diluar dugaan berlarinya, udah bukan macam jogging ini, meningkat jadi sprint.

Yaya, 

Semoga semua lekas sudah sesuai jadwal, dan SIM #22 insya allah berjalan lancar :)

Regards

Share: