Temanmu adalah temanmu. Dia manusia biasa. Makan dan berak. Bernafas. Punya perasaan. Sesekali gembira, kadang juga menangis.
Kalau kamu lihat dia tidak pernah bersedih, itu hanya karena dia sanggup menyembunyikan kesedihannya. Kalau dia terlihat tidak pernah punya masalah, itu hanya karena dia tak mau mengeluh.
Jadi jangan pernah merasa kamu lebih menderita daripada dia. Lalu kamu memposisikan: dia selalu hebat, selalu bisa menolong, selalu bisa membantu. Kalau dia tidak bisa membantu, lalu pikiranmu liar: dia sombong, pelit, tak punya rasa solidaritas.
Padahal bisa jadi, dia jauh lebih menderita, lebih bermasalah, lebih sedih daripada kamu. Hanya dia tak mau memperlihatkan itu semua, dan tak mau mengeluh.
Jangan sampai pula, hidupmu yang ngawur dan keliru, lalu yang kamu salahkan justru temanmu. Belajarlah mengerti bahwa hidup itu harus dipertanggungjawabkan. Bukan di saat gembira, kamu nikmati sendiri, sementara di saat ada masalah, kamu sampirkan ke pundak temanmu.
Sebelum kamu meminta pertolongan dan menagih solidaritas, coba kamu menghadap ke cermin lalu bertanyalah: seberapa sering kamu melakukan hal itu untuk teman-temanmu?
Lalu dengarkan apa jawaban jujur dari sosok di dalam cermin. ~ Puthut Ea
Saya menjadi prihatin mendengarkan obrolan-obrolan kawan di sebelah kamar, seorang teman yang dulu susah senang bersama sekarang menjadi kambing hitam, menjadi bulan-bulanan massa. Entah apa salah dia,tapi saya kira bukan seperti itu langkah yang seharusnya ia terima.
Memilukan
Regards
0 comments:
Post a Comment