Masih ingatkah saudaraku?
Di hari pertama kau injak tanah pesantren kita dulu.
Pada segala yang tak terlupakan.
Guratan wajah kiai yang meneduhkan.
Kesabaran guru-guru penuh keikhlasan.
Mesjid tempat kita sujud bersama.
Ladung air mata yang kau sembunyikan tatkala merasa tak kerasan.
Lusuh karpet tipis tempat kita tidur, belajar dan bersenda gurau.
Almari kita yang lapuk dimakan asai, reyot, miring, kakinya hilang satu.
Kitab-kitab yang berserakan.
Pakaian kotor yang berhamburan
Riuh suara hafalan dari kamar-kamar.
Amuk suara keamaanan yang menggelegar.
Gedoran pintu yang mencekam saat subuh menjelang.
Kepul asap sebatang rokok yang kita cumbui bersama.
Secangkir kopi di belakang kamar dan sepotong senja yang menentramkan.
Cita-cita yang kita gantung pada jaring laba-laba di langit-langit kamar
Dongeng-dongeng sebelum tidur yang tak kunjung usai.
Tingkah polah kelakar tak pernah habis penuh dengan banyolan.
Kamar mandi kita padat lalat, anyir dan pesing.
Sabun pipih dan odol kita yang tepos.
Uang kiriman yang genting
Rantang plastik tempat makanan kita yang polos.
Lauk tahu tempe dan ikan pindang adalah puncak kenikmatan.
Masih ingatkah saudaraku?
Pada runcing mata pena.
Pada keunikan aksara pegon.
Pada kemurnian kitab kuning
Pada parau suara kita saat tartil Qur'an
Pada segala yang tak terlupakan
Pada 'Fa'ala Yaf'ulu' dalam sorof; bahwa hidup niscaya melakukan perbuatan.
Pada 'Zayd' dalam Nahwu; bahwa hidup harus menambah kebaikan.
Pada 'Alif-Lam-Mim' dalam Jalalain; bahwa hidup adalah misteri Tuhan yang harus dilaksanakan
Ada rona kebahagiaan saat menjelang liburan.
Ada sesak kerinduan tatakala kita sudah pulang.
Dan kita adalah saudara yang menyatu dalam pelukan Tuhan.
Regards from Em Yassin Arief
0 comments:
Post a Comment