Friday, 7 October 2016

#BatikIndonesia Tak Pudar Tergerus Zaman



Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya dan tradisi. Mulai dari ujung barat hingga ujung timur, hampir semuanya mempunyai budaya dan tradisi yang berbeda-beda, dan itulah salah satu keunggulan bangsa Indonesia di mata dunia, tetap bersatu meskipun berbeda-beda, itulah semangat yang muncul dari semboyan bangsa Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika.

Dan salah satu dari beratus-ratus budaya yang terdapat di Indonesia dan mulai mendunia adalah Batik. Batik merupakan warisan budaya agung dari sebuah ide pikiran kecerdasan dan kearifan lokal yang terus menglobal, Puncaknya pada 2 Oktober 2009 lalu, badan PBB untuk kebudayan, UNESCO, akhirnya menetapkan batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi (Masterpieces of the oral and intangible Heritage of Humanity). Semenjak saat itu, setiap tanggal 2 Oktober masyarakat Indonesia merayakannya sebagai Hari Batik Nasional.

Kita cenderung mengenal batik sebagai motif, padahal pada hakekatnya batik bukanlah sebuah motif, melainkan teknik atau cara pembuatan. Batik itu tekniknya ada 2, batik tulis dan batik cap. Batik tulis semua prosesnya dikerjakan secara manual dengan canting, lilin, kain dan pewarna. Sedangkan batik cap menggunakan alat cap atau stempel yang dicelupkan kedalam lilin panas dan dicapkan pada kain. Kalo ada batik print atau cetak, itu bukan batik karena harus kita ingat sama-sama, bahwasanya batik adalah teknik. Dan yang diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Dunia Milik Indonesia adalah batik cap dan batik tulis, artinya batik yang dimaksud oleh UNESCO adalah yang berteknik cap dan berteknik tulis, bukan yang lainnya.




Batik Tulis
Batik Cap

Batik merupakan budaya Indonesia asli sejak zaman nenek moyang kita terdahulu, bahkan pada abad ke 13, batik sudah mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia, terkhusus di tanah Jawa. Adalah Candi Prajnaparamita di Malang, Jawa Timur. Peninggalan kerajaan Singhasari tersebut menggambarkan sosok Ken Dedes yang berpakaian kain batik. Hal itu menunjukkan bahwa batik mulai familiar di tanah Jawa sejak beratus-ratus tahun yang lalu.

Dalam literatur Eropa, batik juga diceritakan dalam buku History Of Java karya Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Ia bercerita bahwa seorang saudagar Belanda memberikan selembar kain batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia, kemudian dia memberikannya kepada Museum Etnik di Rotterdam. Seketika itu pula museum Rotterdam menjadi ramai berkat hadirnya batik didalamnya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Unverselle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman. Dan pada awal abad ke 19 itulah batik mulai mencapai masa kegemilangannya.

Sampai sekarang, batik pun tetap dikenal luas di masyarakat dunia. Bahkan Nelson Mandela, tokoh Afrika Selatan yang terkenal dengan perlawanan apartheid nya, sangat gemar menggunakan batik sebagai pakaian kenegaraan-nya. Para pemuka negara lain ketika pertemuan APEC juga bangga dengan menggunakan pakaian batik. Pemimpin negara lain saja bangga dengan memakai batik, masak kita sebagai rakyat Indonesia yang katanya mencintai budayanya malah ogah-ogahan memakai batik.

Memang, ada beberapa batik yang harganya sangat mahal, dan itu merupakan suatu hal yang  lumrah jika kita mengetahui perkembangan budaya batik. Batik yang memiliki nilai historis pastilah nilai jualnya akan tinggi. Seperti batik tulis yang pertama kali, belum lagi soal bahan dan pewarnaan yang memakan waktu sehingga harga batik pun akan semakin mahal.

Contoh lain adalah batik corak Belanda yang dijual dengan harga sekitar Rp. 100 juta. Selain itu juga ada batik  tiga warna yang dibuat dengan teknik perwanaan dari tiga daerah yang berbeda di Indonesia, yakni Lasem, Pekalongan dan Solo. Batik tiga warna tersebut harganya juga bisa mencapai Rp. 100 juta..

Tapi sekarang kita tidak perlu khawatir mengenai mahalnya harga batik, masih ada batik yang harganya lebih ekonomis walaupun secara pembuatan dan kualitas lebih rendah dari batik yang mahal. Yang patut kita perhitungkan adalah sisi esensi batik dalam segi budaya, bukan segi kualitas dan harga.  Pecuma kita punya batik sebagai budaya kalau hanya disimpan didalam lemari saja tanpa dipergunakan.



Saat ini, banyak masyarakat Indonesia yang mengenakan batik di hari-hari biasa. Bukan hanya orang tua, batik kini juga banyak dikenakan oleh kalangan anak muda. Apalagi saat ini model batik dibuat beragam dan semenarik mungkin. Oleh karena itulah, kita sebagai generasi penerus bangsa, harus tetap mempertahankan batik sebagai budaya bangsa, jangan sampai rantai budaya batik ini terpotong di generasi kita.

Motifmu polos, tanpa kemunafikan, warna mu cemerlang yang seakan berbicara kepada dunia, karena engkaluah Batik Indonesia.


                  http://trendbatik.com/
Didedikasikan untuk JIBB 2016
Share:

0 comments:

Post a Comment