Saturday, 30 December 2017

Bendera Damai

Aku menjelma ke sudut ramai. Menyelinap ke sebuah lambai. Berharap menemukan damai.  Yang aku namai persis namamu.

Sore itu kita pernah begitu saling mengenal. Sore itu kita berbagi kisah hingga terpingkal. Bahkan sempat-sempatnya kita menertawai luka berdua.

Kita pernah saling memuji. Dan saling mengagumi. Seakan kekurangan diri bisa dengan baik kita maklumi.

Sampai sadarlah kita. Pada satu titik kita adalah dua. Yang saling jatuh kepada cinta. Kita pernah berusaha menumbuhkan cinta. Dan merawatnya bersama. Berharap ia akan subur, dan kokoh sampai tua.

Kita selalu melewatkan banyak hal berdua. Seakan tanpa hadirmu aku tidak biasa. Terlalu sering kita bersama.

Bertemulah kita pada satu titik. Menancapkan bendera masing-masing. Berbalik ke arah yang kita pilih sendiri-sendiri.

Mungkin. Kita pernah begitu saling mengenal. Dulu. Kemudian. Aku dan kamu kini. Menjadi asing.

- Mpok Duren, 2017

Share:

Thursday, 28 December 2017

Jangan Dibangunkan

Kau sendiri.

Hanya ada tembok dingin dan lampu redup. Ada ribuan suara yang ingin didengar. Mereka berbisik-bisik dan menanyakan banyak hal. Mereka berdesak-desakan.
Dan kau amat marah. Ingin menghentikan suara-suara bising itu

Sayangnya kau lelah, kehabisan tenaga. Tak ada satu katapun yang berhasil lolos dari bibirmu. Kata-katamu masih tersimpan rapi.

Kau terdiam, dengan amarah yang semakin mereda. Suara-suara bising itu perlahan menghilang. Aku tau. Kau hanya tidur. Terlelap.

Kau terbangun, seperti ada yang kosong. Entah kosong karena apa.

Kau memeluk bantal, ini terlalu hening pikirmu. Hening sekali bukan? Kaupun beranjak, melihat kondisi lampu yang semakin redup. Hampir gelap.

Kau mulai mencari-cari. Dimana mereka? Suara yang bising itu. Dimana mereka?
Ah sayang, mereka sudah terlelap didalam telingamu. Menyelinap didalam pikiranmu. Ya. Mereka sudah teramat pulas.

Jangan dibangunkan.

- Asrama, 28 Desember 2017


Share:

Monday, 25 December 2017

Rumah

Pulanglah untuk menenangkan pikiran. Pulanglah untuk menyembuhkan rindu. Pulanglah untuk sekedar menengok rumahmu.

Kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi. Perihal masa depan, siapa yang tau?
Ada yang pulang dengan hati utuh. Kemudian pergi lagi. Lalu pulang kembali dengan separuh hati.

Siapa yang tau banyak hal bisa terjadi saat pergi. Perubahan-perubahan yang dulu mungkin mustahil bisa saja terjadi.

Seseorang yang dulu dekat sekali bisa saling asing karena lama pergi. Tak ada jaminan. Tak ada yang bisa menjamin. Apakah ia tetap sama seperti dulu? Sebelum ia pergi?
Atau ia sudah berubah menjadi seseorang yang bisa saja aku benci? Karena pergi sendiri itu bisa mengubah hati.

Jangan takut.

Jangan takut untuk pulang ketika kamu tahu dia yang biasa pulang denganmu ternyata telah berubah. Jangan takut untuk kembali menata hati.

Kecewa itu pasti. Tapi jangan sampai lupa diri. Berbahagialah kamu masih bisa pulang.
Pulanglah agar kau tahu bahwa rumahmu masih sama sebagai sandaran dan pegangan untukmu berkeluh kesah.

- Yogyakarta, 25 Desember 2017

Share:

Thursday, 21 December 2017

Desember Palsu

Tidak ada lagi hujan bulan Desember yang sehangat dulu. Yang ada hanyalah dingin dan sepi yang begitu panjang dan menikam. 

Tidak ada lagi secangkir kopi yang menagih diantara senja dan burung yang menari. Yang ada hanyalah secangkir teh yang bahkan enggan kusesapi.

Tidak ada lagi peluk yang hadir dikala rindu yang meronta ingin bertemu. Yang ada hanyalah lamunan sepanjang hari tak berarti. 

Desember yang tak lagi sama. Dan takkan terulang lagi.

Selamat hari Mama, semoga Mama bahagia di Surga :)

- Kota Batu, Akhir Desember


Share:

Pulau Dewata


Aku ingin beritahu sebuah cerita. 

Tentang hidupku yang hampir malam. Yang baru saja berpapasan dengan senja. Mungkin hari itu melelahkan. Rambut hitam menyerap matahari. Pilu yang terserap tekad. Namun langit telah menjadi saksi. Warna yang ia berikan adalah sebuah tanda.

Bahwa hidup akan lebih indah jika kita menikmati hal-hal kecil.

Diatas beranda kapal. Yang terombang-ambing di Selat Bali. Sembari menghisap rokok, kunikmati goyangan ombak yang mendayu-dayu. Mengerakkan tubuh. Menggetarkan jiwa. Memuntahkan isi. Yups, mabuk laut.

Mungkin saat itu dermaga bukanlah sahabatku. Karena setiap aku berada disana, yang ada hanyalah rasa gemetar, takut dan khawatir. Bagaimana jika aku gagal melewati polisi congak itu? 

Namun daun yang jatuh pasti akan terombang-ambing sebelum sampai ke tanah, senasib denganku yang harus memutar otak dan mencari akal agar dapat melewati polisi congak itu. Beruntung sekali aku memelihara makhluk super, yang menyetir pun tidak bisa, tapi SIM pun dapat.

Kuawali menginjak tanah dewata dengan kaki kanan, tak lupa kaki kiri menyusul kemudian. Menyusuri jalan yang berbukit-bukit, sambil sesekali menengok keindahan sawah model terasering yang sangat familiar di Bali. Kalbu menjadi tenang. Badan terasa ringan. Tak terasa, ketiduran. 

Aku terbangun gegara suara dentuman ombak yang keras sekali. Membelah karang. Membasahi pulau. Terlihat jelas beberapa manusia sedang menari-nari diatas gulungan ombak. Seakan ombak ganas itu adalah irama yang mengelilingi-nya. Dua instruman yang saling mengisi untuk menghasilkan nada yang indah. Surfing.

Ditepi pantai yang berpasir putih itu, berdiri beberapa bangunan elite yang konon katanya bernama 'resort'. Lengkap dengan papan nama yang bertuliskan Nusa Dua Beach and Surfing. Rupanya tempat ini adalah surga bagi para penantang adrenalin di lautan. 

Tapi maaf, aku bukanlah penantang adrenalin. Aku merasa tak tenang disini. Kepalaku mulai pusing. Berat sekali. Mungkin setelah ini aku akan pingsan. Dan iya.

Dan lagi-lagi aku terbangun, tapi bukan karena suara, melainkan karena aroma. Yups, aroma yang menusuk sampai rongga dada, meretakkan lambung dan menegangkan otot bawah. Aku mulai curiga.

Ternyata tak butuh waktu lama, aku menemukan biang kerok dari aroma indah ini. Apa lagi kalo bukan pusar. Lebih jelasnya lagi pusar bule. Lebih detailnya lagi pusar bule cewek. Nyaman dipandang. Nikmat dijilat, kata orang. Hush sudahlah lah, aku tidak sedang bercerita dewasa.

Didepan mataku terhampar lautan biru yang airnya asin, seperti air garam gitu. Dan dibelakangku terpatri tebing-tebing tinggi, yang tergerus dan bertuliskan: Pantai Pandawa. Lengkap dengan patung para tokoh pewayangan di sisi kanan kirinya. Eksotis sekali.

Tapi yang lebih eksotis adalah, pusar bule cewek.:)

Ohh Tuhan, terima kasih telah memberikan rezeki kepadaku disaat yang tepat. 

- Pulau Dewata, 21 Desember 2017




Share:

Sunday, 17 December 2017

Bunga Dandelion

Kukatakan kepadamu, dengarkan baik-baik. 

Jadilah seperti bunga dandelion!

Dandelion tidak pernah membenci angin yang selalu menggugurkannya dan membawa serpihan kecil bunganya terbang tinggi ke angkasa. Terbawa kemanapun sampai angin menyinggahkannya di satu tempat. Di tanah yang gersang, tepi jalan yang terjal, diantara bebatuan. Bahkan ditengah himpitan semak duri.

Ia akan tumbuh menjadi bunga baru dan menjalani kehidupan baru. 

Jadilah sangat kuat!

Tidak selamanya kau akan tersenyum, adakalanya dunia memaksamu cemberut dan diselimuti amarah. Tidak selamanya hidupmu akan indah dengan warna-warni yang membentuk pelangi, adakalanya campuran warnanya berserakan dan membuat ketidak-aturan.

Tidak selamanya harapmu selalu tercapai, adakalanya ia mengubah diri menjadi kecewa yang memiluhkan. Terkadang harapan yang tinggi adalah belati yang sedang menyamar. Siapkan dirimu teriris olehnya.

Sekalipun dunia kerap tidak adil kepadamu, sekalipun orang-orang perlahan berpaling, semuanya datang tanpa peringatan. Pastikan pijakmu tetap kiat menopang. Tetaplah kuat hinga semua menyerah karena ketegaranmu.

Hingga semua sadar bahwa mereka tidak cukup mampu menjatuhkanmu. Sebab bangkitmu lebih sering ketimbang jatuhmu.

Dan ingat, jadilah seperti bunga dandelion!

Sebarkanlah kebahagiaan kepada semua orang. Ketahuilah, karenamu banya orang terbahagiakan. 

- Kota Batu, 2017


Hasil gambar untuk bunga dandelion

Share:

Friday, 15 December 2017

Kehampaan Tanpa Batas

DIsatu waktu aku pergi berjalan. Diantara mereka para manusia yang berbahagia. Diantara mereka yang sibuk berbicara. Diantara mereka yang berfoto-foto bersama. Dan diantara mereka yang saling melepas rindu.

Aku dan kedua bola mataku melihat semuanya. Meski dibantu lensa tebal aku tetap bisa merasakan semuanya.

Yang sedari dulu menuju kehampaan tanpa batas. Berlari tanpa alas. Didunia yang begitu luas.

Heii ...

Aku menyapa di dalam mimpi. Karena realita tidak seindah yang dibayangkan. Aku sadar bagai memeluk bulan. Tapi aku pun tahu Tuhan bersama orang-orang yang tulus ikhlas mendoakan.

- Villa Bukit Sengkaling, 2017

Share:

Tuesday, 12 December 2017

Perempuan Itu

"Disarankan untuk membaca Konspirasi Semesta dan Matahari terlebih dahulu"

Ketika berusia 20, perempuan itu menyadari ada keganjilan dalam dirinya. Suatu hari, perempuan itu mengetahui  bahwa hidupnya terancam duka sebab matahari di dalam dadanya hanya tinggal sebesar bola mata.

Perempuan itu tidak ingin mati dalam sepi. Ia berencana untuk mengisi lagi ke dalam dadanya sebongkah matahari. Tetapi, dari mana ia bisa mendapatkannya? Ia bisa saja mencuri matahari. Tetapi, orang-orang akan tahu bahwa matahari hilang, sebab mereka terbiasa mendongak keatas ketika siang datang.

Permpuan itu tidak ingin membuat onar. Tetapi apabila dadanya dibiarkan kosong tanpa matahari, ia takkan pernah mampu lagi untuk hidup bahagia. 

Pad akhirnya, perempuan itu memutuskan untuk mencuri bulan. Bukankah bulan adalah cermin terbaik dari pijar matahari yang mengesankan? Lagipula, tak banyak orang yang peduli pada langit malam hari. Semua orang lelap. Semua orang lindap dalam kantuk dan istirah. Tak peduli apakah di langit malam bulan sempat singgah.

Seperti jantung, langit berdetak tak ada yang meilhat.

Pada malam yang ditentukan, perempuan itu naik ke lantai empat gedung apartemennya. Lalu menaiki tangga menuju langit, sekali dilempar, mata kailnya memagut bulan. Ditarik, hingga sampai dalam dekap.

Keesokan paginya, langit menggeliat seperti biasa; Seperti sedia kala. Dan seumpama luka, senyum perempuan itu semakin menganga. Tetapi ia tidak tahu bahwa di tepi samudera pasifik dan arktik, di pinggiran samudera hindia dan atlantik. Beribu nafas terhempas dibawah kibasan ombak lautan yang menderas.

Perubahan posisi bulan telah mengacaukan sistem arus. Melahirkan ratusan banjir, ratusan daerah anyir.

Bukankah itu adil?

- Embong Kembar, Desember 2017

Share:

Konspirasi Semesta dan Matahari

Kala malam menyambut, ditengah riuh sesak candaan teman-teman lelakimu. Kau memilih untuk diam rebah didekatku. Sesak katamu, cukup sudah lelah sudah. 

Kukira saat itu juga kau akan terlelap, tapi nyatanya mulutmu belum lelah berbicara. Kau mulai berbicara tentang konsep mengenai Tuhan. Yang menurutmu Tuhan adalah satu dan hanyalah satu, tidak bisa terkonsepkan--tambahku.

Dan terdiam kau berpikir sejenak sebelum menjabarkan hitungan-hitungan waktu yang meliputi alam semesta, perputaran planet, masa semuanya, masa kita sebagai manusia, mengenai siklus dan mengenai waktu.

Hitunganmu agak meleset. Disana aku menyadari sembari menertawaimu. Selarut ini masih bisa ya memikirkan tentang perhitungan alam semesta.

Konspirasi alam semesta ...

Kita tidk tahu menahu tentang apa yang akan terjadi setelah ini. Yang pasti kelahiran akan selalu ditutup dengan kematian. Semuanya berjalan dalam sebuah siklus.

Begitu pula dengan yang disebut orang sebagai 'cinta'. Cinta saja tidak perlu mengharapkan balasan, jika berbalas itu sebuah keuntungan sendiri. Sekarang tinggal nikmati saja buah-buah dari cinta itu sendiri. Lagipula cepat atau lambat, manusia akan berpisah satu dan lainnya.

Kuharap semesta melibatkan kita dalam masa yang sama. Kuharap genggaman tanganmu malam itu bukanlah hal yang fana. Karena kini ku telah tenggalam dalam suatu bagian darimu.

Kenyamanan memang membelokkan. Tapi jika cinta, ya cinta saja. Cinta tak butuh pembalasan. Cinta tak butuh paksaan. Tapi aku hanya berharap kita berada dalam suatu putaran siklus semesta yang sama

Biar semesta bicara ...

Tahukah kau? Pada saat lahir, setiap orang memiliki matahari dalam dadanya?

Matahari yang mengisi penuh rongga dada. Menjadi sumber segala suka cita, simpul senyum dan gelak tawa. Matahari adalah hadiah keriangan dari semesta. 

Sayangnya matahari itu mengecil seiring bertambahnya usia. Itulah mengapa anak-anak adalah makhluk paling riang sedunia. Sementara orang dewasa adalah manusia-manusia murung yang lebih banyak meratapi nestapa. Terkutuklah orang-orang sok dewasa wgwg.

- Terminal Arjosari, Desember 2017


Lanjutan Artikel : Perempuan Itu

Share:

Saturday, 9 December 2017

The Power Of Malang

Sulit sekali mencari kehangatan abadi di Kota Batu. Setiap saat selalu ada hawa dingin yang menusuk. Tak mengenal pagi dan malam, yang tak diundang-pun akan tetap datang. Mungkin ada beberapa solusi untuk menghangatkan badan. Meskipun hanya sebentar. Apalagi kalo bukan makanan khas Malang: Bakso.

Memang banyak sekali warung bakso di Kota Batu, dan kuputuskan untuk mampir di salah satu warung dekat Alun-Alun Batu. Di pojok pasar, sepi, tak terdegar riuh ramai wisatawan. Sangat nyaman untuk sekedar menghangatkan badan ini.

Yang menjual adalah seorang pria, mungkin sekitar 50-tahunan. Rambut mulai memutih. Badan sudah sedikit bungkuk. Faktor usia mungkin. Berpakaian koko rapi bak habis dari masjid. Ya dilihat sih beliau muslim. Bodo amatlah dengan agama yang dianut.

Singkat waktu, satu porsi pesanan baksoku telah tiba. Sambil makan perlahan, aku membuka percakapan dengan beliau. Ya tentu saja. Dengan tema yang sudah membumi di Malang Raya, apalagi kalau bukan Arema. Lah kok ndilalah tepat juga. Beliau ini adalah mantan korwil Aremania. 

Kami berbicara panjang lebar mengenai kondisi Arema masa lalu dan sekarang. Dan ketika beliau tau kalo aku mondok di Yogya, beliau langsung nyerocos kisah masa mudanya ketika awayday ke Yogya. Saat itu masih era Galatama dan bermain melawan PSIM. Dan apesnya, para Aremania kala itu ada crash dengan PSIM, sehingga tidak bisa pulang dan terpaksa bermalam di stadion. 

Lah kok ndilalah lagi Kapolda Yogya saat itu adalah wong Malang. Walhasil pak Kapolda ini memberikan bantuan keamanan dan  menyediakan tumpangan bis gratis bagi Aremania sampai ke Malang. 

Memang, kalo sudah ada panggilan jiwa, orang Malang akan keluar Malange. Huft

- Pasar Malem, 2017


Share:

Thursday, 7 December 2017

Mengadili Persepsi

Entah mengapa malam ini terasa begitu berbeda. Apakah karena aku memikirkan sesuatu. Ntahlah, tak perlu menjawab, sebab isinya ada dalam kepalaku sendiri.

Aku yang duduk disamping jendela cafe tepat menghadap ke arah semesta dan ditemani secangkir kopi hitam dingin.

Kopi hitam yang banyak mengandung filosofinya sendiri, yang memiliki pesona akan rasa untuk dinikmati.

Apalagi aku yang mulai berimajinasi seandainya ada mama disini, disebelahku yang setia menemani.

Menunggu pagi serasa indah jika saling melengkapi. Bersama aku, mama dan kopi buatan kita. Tapi siapalah yang bisa menebak rahasia Ilahi. Aku selalu berdoa di penghujung pagi, agar Ilahi memberikan yang terbaik.

Aku baik-baik saja disini, walau tak sebaik dari diriku yang terbaik. Dengan sinar mata yang selalu pagi, dengan senyum yang menghujam urat nadi.

Lelaki yang terlahir dengan derap kaki kuda ketika belajar berlari. Tanpa pelana aku menikmati angin kemarau pagi hari.

Lalu. Suara selamat pagi dari mama. Yang terbawa oleh angin musim kemarau ini.
Mungkinkah ranting patah ini akan mengguritkan namamu? Sementara tanah ini, berbatu keras, dan berselimut debu tipis tak berarti. Tak mungkin aku bisa mengadili persepsi semu ini.

- CKYK, Desember 2017

Share:

Friday, 1 December 2017

Tentang Aku

Aku yang harus kehilangan orang yang melahirkanku ketika makan masih disuapi.

Aku yang harus meninggalkan rumah kala jati diri tumbuh menjadi dewasa.

Aku yang harus mengatur debar untuk bangun kali pertama dan kesekian kalinya.

Aku yang harus berkali-kali mengatur nafas hanya demi keluarnya asap rokok.

Aku yang harus bersusah payah berdiri tegap disaat badan terinfeksi alkohol.

Dan aku yang harus bersusah payah untuk tidak berteriak kegirangan karena melihat kenyataan.

Aku, makhluk yang tak terbiasa tersenyum meski dalam kitabku itu ibadah.
Aku, makhluk yang berjalan tidak tegak meski permukaan jalan selalu rata.
Aku, makhluk yang terbiasa memikirkan orang lain meski orang lain tak pernah peduli.
Aku, makhluk yang selalu ingin menghilang tanpa jejak dari muka bumi.

Aku menangis, tapi tak ada yang tahu. Aku senang, pun hanya aku yang tahu.

Aku membenci, ketika hanya diriku yang terkucil. Tapi kelebihanku mungkin tak dimiliki orang lain.

Aku terkurung dalam sudut pandang hidup yang melelahkan. 

Inilah aku, bilamana kau membaca tulisan ini. Selamatkan aku!

-Palagan, Awal Desember (dalam pengaruh Anggur Merah)

Share:

Wednesday, 29 November 2017

Ampuni Hamba Wahai Puan

Kulipat kalimat sajak kepadamu agar ucapku tak jadi serapah. Kias-kias kukikis habis serpihan yang menumpul - agar tak melukaimu lagi. Lukamu perkara lukaku.

Lalu bagaimana puan?

Kita tak pernah terpatri atau katamu sempat dalam sempit masa yang salah termaknai. Kita yang pura-pura bernapas dari paru-paru penuh sesak asap dalam desak himpit yang salah asumsi.

Kau yang teramat, maafku bukanlah sesuatu yang menyembuhkan kepergian.  

Lalu bagaimana puan?

Kau dan aku, bisakah kita sembuhkan? Mungkin jawabnya ada didalam bisumu selama ini.

Aku rasa harus berhenti. 

Berhenti mencari tujuan yang akan kusinggahi nanti. Berhenti berharap apa yanh telah datang. Mereka hanya sekedar mampir, bukan untuk menetap.

Aku rasa harus berhenti.

Bercerita tentang apa yang aku inginkan. Karena sebenarnya mereka tidak memperdulikan. Pada akhirnya yang kita miliki hanyalah diri kita sendiri. 

Jalani saja kehidupanmu hari ini, mengikuti arus yang akan membawamu pada tujuan pemberian Tuhan. Berhentilah berharap. Karena Tuhan maha membolak-balikkan kehidupan.

Cukuplah kamu dan Tuhan yang tahu akan mimpimu. Biarkan Tuhan dan semesta yang mengetahui isi hatimu. 

Bukankah Tuhan lebih dari cukup bagi kita?

Atau aku terlantur karena kekurangan kopi? Ampuni hamba wahai puan :)

- November, 2017






Share:

Monday, 27 November 2017

Kulelapkan Tidur Sang Tuan


Akhir-akhir ini sang tuan banyak merenungkan tentang jatuhnya bintang, pagar, rumah, halaman dan nyamuk yang berngiang-ngiang di sekitar. Nyamuk buruk yang menghisap darah. Sekaligus perasaan rindu setiap malam. Yang hanya dapat disampaikan kepada bulan terang, dalam diam.

Manusia dan kejatuhannya tidak direncanakan. Setiap hari, bangun dipagi hari, tidak dalam kondisi sama. Tetapi. Jatuh karena seseorang yang sama di ingatan paling pertama.

Hampir seratus malam telah terlewati, namun tak satu rasa pun silih berganti. Sekuat-kuatnya sabar menanti, pasti akan runtuh pula nanti.

Mungkin semesta belum ingin memberi tahumu, tapi suatu saat sang angin malam akan menyampaikan pilu yang kini belum terdengar.

"Sungguh bodoh!", ucap sang tuan pada dirinya.

Namun apa daya sang tuan yang bodoh, mengubah rasa?

Mungkin masa lalu tak begitu menyakitkan jika semuanya jelas. Tak ada yang samar. Dan tak ada lagi pertanyaan. Andai.

Dahulu, sang 'adiratna' adalah halaman berisikan kumpulan sajak. Yang meluluhkan hati 'sang tuan'. Tapi ia terlalu rapuh, sangat rapuh. Sang tuan tak kuasa menahannya, ia tak sanggup.

Mungkin sudah saatnya sang adiratna menyadari, ia harus tahu diri. Bahwa ia bukan lagi adiratna sang tuan. 

Namun ia harus tahu pula bahwa buku itu tak lengkap tanpanya. Dan tak akan pernah lengkap lagi tanpanya.

Namun? Siapa sangka, bisa saja sang malam berhati dingin. Mungkin rindu, akan berujung tanpa ampun. Rindu yang memaksa tuan untuk merindu. Akan sajak yang pernah memberinya rasa setiap kali membacanya. Ia rindu rasa itu.

Lalu ia ingat, halaman itu telah dirobek dan dibuangnya, dikala ia tak kuasa menahannnya. Mana mungkin ia bisa membacanya kembali? Tetapi, akankah ia mencarinya kembali. Mungkin untuk membaca terakhir kalinya. Merasakan pilu yang dulu pernah diberinya. 

Namun membuatnya nyaman.

Terima kasih, sudah menjadi bagian yang tak terlepaskan di malam-malam tanpa beban. Diselasar kamar, dengan rokok digenggaman.

- November Akhir, 2017




Share:

Tuesday, 14 November 2017

Bola Pencabut Nyawa

Dunia pesepak bolaan Indonesia kembali berduka, salah satu supporter klub ibukota, Persija Jakarta, terenggut nyawanya karena dibacok oleh oknum yang katanya dari Bobotoh Viking.

Saya sedang tak ingin menyalahkan ini itu, hanya saja melihat peristiwa yang terjadi di lapangan. Menunjukkan bahwa belum dewasanya sepak bola Indonesia. Baik dari sisi internalnya, maupun eksternalnya.

Setelah kemarin Bhayangkara FC resmi menjadi juara Liga 1 dengan penuh kontroversi di baliknya, sampai kejadian terbaru ini. Rasanya tidak ada obat yang mampu menyehatkan penyakit kambuhan ini.

Rivalitas dalam sepak bola merupakan hal yang biasa, sekaligus rumit. Apalagi jika menyangkut supporter kedua kesebelasan. Selalu saja ada korban yang menjadi tumbalnya.

Sejatinya, sepak bola adalah ajang prestasi bagi pemain dan hiburan rakyat bagi masyarakat yang menikmatinya. Yang berkewajiban menunjukkan kualitas fisik adalah orang yang bermain, bukan orang yang mendukung dibelakangnya.

Sebagai orang yang berdomisili di Yogyakarta, saya mengagumi supporter PSS Sleman: Brigata Curva Sud. Mereka berhasil menunjukkan jati diri mereka sebagai orang-orang yang memiliki daya kreativitas tinggi.Tidak peduli tim mereka menang atau kalah, yang terpatri dalam hati mereka adalah memberikan semangat kepada pemain di lapangan. Tak ayal mereka sangat dikenal di kancah Asia lewat kreasinya.

Syahdan, sebagai Aremania, saya juga bangga akan orang-orang Malang. Meskipun sempat termakan oleh kontroversi dualisme, mereka tetap setia mendukung tim kebanggaan. Bahkan sudah lama sekali saya tak mendengar Aremania membuat onar, semoga tetap istiqomah.

Sudah bukan rahasia lagi bahwa masih ada chant-chant supporter Indonesia yang bernada rasis, apalagi ketika melawan rival abadinya. Sebagai bagian dari mereka, saya merasa bahwa hal ini merupakan sesuatu yang lumrah, karena ketika kita menyanyikan chant tersebut, gelora jiwa kita lebih membara daripada menyanyikan chant yang lain. Yang pada akhirnya mempengaruhi mental pemain di lapangan, atau dalam istilah lain up mental dan down mental.

Tapi sebaiknya itulah batas terakhir dari sebuah rivalitas di lapangan. Selebihnya jadilah manusia seperti biasa. Jangan menjadi hewan yang buas setiap saat dan tak berakal.
Ingat, membunuh tak pernah dibenarkan oleh negara, bahkan semua agama.
Bangkitlah sepak bola Indonesiaku :)

Regards


Share:

Sunday, 29 October 2017

Sayonara Kawan

Ada keputusan yang memang harus tetap diambil meskipun nanti kita akan dicap jahat bagai tak berhati. Salah satunya adalah memilih pendidikan. Tak peduli berapa lama pendidikan itu, masa depan adalah masa depan.

Mulut-mulut mulai berkoar, mencari-cari sebab, menghakimi, menasihati. Sedikit yang benar-benar peduli, sebagian hanya mencari bahan untuk diteruskan menjadi kabar burung tak berujung.

Aku tak ingin bertele-tele karena kurasa malam ini adalah malam berkabung. 2 sahabat saya, sebut saja Zakka dan Sultan. Dengan rela dan terpaksa meninggalkan kebersamaan kami yang telah terjalin selama 6 tahun.

Keputusan yang sulit memang, tapi inilah resiko persahabatan. Selalu ada jurang tajam yang menguji hubungan kita. Persetan!

Zakka, sahabat saya sejak kelas 1, tempat berbagi cerita keluh kesah, meskipun kadang tak berfaedah. Mendadak teringat angkringan Mbah Jenggot di asrama 9 dulu, dengan kopi joss-nya yang membara, kadang kami saling berlomba menghabiskan arang yang beraroma kopi.

Menanjak dewasa, kami mulai bergelut dengan dunia game online. Renaissance 68 TM, Rizq-Net, Underground, Hachi, Gamer Village dan Decade, menjadi saksi bisu betapa candunya kami akan game. Semua terekam jelas di ingatan dengan candanya yang diluar batas kewajaran manusia.

Tak lupa kamar kecilmu disebelah asrama yang menyisakan kepahitan-kepahitan minuman tak bermanfaat. Kegilaan bercampur kebahagiaan ruhani yang menenangkan diri ketika dirundung masalah. Klimaksmu yang luar biasa ketika sampai pada level Legend di Mobile Legend, motor maticmu yang disulap menjadi prototype KLX dan beragam hal absurd lainnya.

Sultan, sesosok manusia yang lamban bak koala. Sahabat ketika hasrat akan musik berada di titik kulminasi. Tak terhitung berapa kali menemaniku menikmati ramainya konser. FSTVLST, Shaggy Dog, Dipha Barus, Naif, Payung Teduh dan Braves Boy. Mereka akan menjadi saksi hidup betapa bodohnya dirimu ketika berada di kerumanan orang moshing dan jamming.

Entah kata-kata apalagi yang bisa kugores untuk melukiskan sifat kalian berdua yang tak wajar. Kita masuk di tempat yang sama, tumbuh dan berkembang di tempat, tapi sayang sekali, persetan dengan kata berpisah.

Sejujur apapun alasan yang kuberi, selalu ada kata 'tapi' untuk menyangkal harapan agar kami keluar secara bersama-sama dari tempat ini. Tentunya keluar dengan wajar.
Sungguh aku tidak menyangka semua akan berpisah secepat ini, dan dengan alasan yang tak masuk akal ini. Aku hanya bisa bergumam dan bergumam. Semoga ini menjadi jalan yang baik bagimu, masa depanmu adalah masa depanmu.

Persetan dengan CCTV!


Share:

Thursday, 26 October 2017

Surat Yang Tenggelam

Orang-orang kota berjalan dengan ponsel menempel di telinga dan menyetir mobil dengan gawai menggelantung di pundak, berbicara ke alat itu dikerumunan, di supermarket bahkan ketika menyapu trotoar. Seakan-akan wabah kelisanan telah mengambil alih hidup mereka.

Suatu hari, seseorang mengirimiku pesan, ia mengajakku untuk bermain surat-menyurat. Hah? surat menyurat! gumamku. Di zaman yang serba praktis ini ternyata masih ada orang yang beraktifitas dengan surat. Seketika gairahku bangkit. Sudah lama aku tidak menjalani hobi menulis, kuambil saja kesempatan ini sekaligus mengasah kembali kemampuan menulisku yang telah pudar.

Menit berlalu, kami mulai memperkenalkan diri, ia juga memperingatkan bahwa fungsi surat tidak untuk menulis kata-kata pendek. Surat diciptakan untuk bercerita, curhat, menulis kalimat-kalimat panjang yang melelahkan. Hingga kutulis beberapa paragraf untuknya.

Sengaja kuberi judul 'Prolog' dibagian atas karena kurasa ini adalah awal dari ribuan kata-kata yang akan menjadi novel.

Ini adalah sesuatu yang anti-mainstream. Disaat semua orang berlomba-lomba menyingkat kata, kini aku mulai memperpanjang kata. Hal yang menarik, begitu pula kabar surat kami. Berjalan dengan cerita-cerita indah yang menekuk pipi, senyuman. Kadang pula kisah sedih yang menurunkan airmata, tangisan.

Aku sangat menikmati perjalanan surat-menyurat ini. Tenggelam di dasar samudera kata-kata yang kutulis dan yang ia tulis. Sampai pada akhirnya semua berakhir, secara sepihak. Entah mengapa suratku tak kunjung ia balas, mungkinkah salah alamat? atau terjatuh ketika kurir pos mengantar? atau mungkin ia sengaja tak membalasnya.

Hanya Tuhan dan ia yang tahu.

Aku tahu, surat adalah benda, bukan makhluk hidup. Hubungan yang dijalin manusia dengan benda awet yang sanggup bertahan berbulan-bulan mengalahkan bulir-bulir pasir waktu, tak pernah berlangsung lugu. Panggilan hidup manusia menjadi terikat dengan bubur kayu lunak yang tak terhancurkan ini.

Aku bukan orang yang suka mencari-cari dibawah kursi. Aku suka dibuai oleh sang dalang, efek-efek sederhana pentas teater, dan melodi mengesankan kata-kata. Namun hilangnya kabar surat yang nan jauh disana membuatku tersadar akan garis bayang-bayang tak terlihat yang meyatukan jasad dan tekad huruf-huruf tercetak didalam permainan klasik ini.

Betapa pun jalan hidupnya menggelitik rasa ingin tahuku, toh aku harus meneruskan jalan hidupku sendiri. Berpacu dengan sasaran yang telah kutetapkan sendiri. Ambisi ini tampak pretensius dibandingkan membaca buku Tahafut Al Falasifah-nya Imam Ghazali. Ini bukan perkara sepele, mohon dipahami.

Apakah ini pertanda akan punahnya surat-menyurat? Hingga kata-kata itu tersimpan dalam catatan hal-hal yang wajib dilestarikan oleh UNESCO. Aku tak tahu, tapi kurasa ini tuntunan zaman dan sulit sekali untuk mengalahkannya.

Yang pada akhirnya, berhenti sudah surat-menyuratku dengan ia. Tak ada lagi berita, kabar, dan cerita yang masuk kedalam pos suratku. Tampaknya ramalanku meleset, kisah ini hanya terdiri atas 'Prolog' dan beberapa cerita pendek. Tak cocok lagi untuk disusun menjadi novel seperti Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken-nya Jostein Gaarder,

Jujur, aku tidak tega menyudahi ini, tapi mau apa lagi. Semoga Tuhan mmeberkati!

Regards.




Share:

Reborn - Mati Suri


Sudah lama jemari ini tidak menyentuh huruf-huruf mungil keyboard. Ada rasa rindu untuk kembali beraktifitas dengan-nya. Tombol capslock, backspace, shift dan ctrl selalu menjadi teman yang menyenangkan. Mereka diam tapi pengertian. 

Indukmu, laptop, kini sudah mulai bersih. Layar tak lagi berdebu, sela-sela sistem tak lagi menjadi sarang semut. Bahkan kabel penyalur energimu yang sempat hilang entah berantah kini telah kembali ke pelukan. 4 bulan memang waktu yang lama hingga aku terlupa kalau memilikimu.

Aku terlalu larut dalam membaca, tenggelam dalam kumpulan kertas-kertas bertinta. Hingga aku lupa bahwa aku juga punya kewajiban untuk merawatmu dan membesarkanmu. Buku fiksi yang telah memanjakan imajinasiku, buku non-fiksi yang telah menyadarkan rasionalitasku, dan buku keagamaan yang telah mencerahkan spiritualitasku.

Aku kerap bertanya-tanya mengapa kusimpan buku-buku yang mungkin baru ada gunanya jauh dimasa mendatang, judul-judul yang tak terkait dengan minatku pada umumnya, buku yang pernah kubaca sekali dan tak akan kubuka berpuluh-puluh tahun setelahnya.

Tapi bagaimana mungkin aku membuang dan melupakan, katakanlah, komik Detective Conan-nya Aoyama Gosho yang membuat masa kecilku penuh dengan rasa ingin tahu akan misteri, atau Laskar Pelangi yang menjadikan masa remajaku serat pertemanan, Madilog, Gerpolek dan judul-judul lain yang diperuntukkan di rak teratas, tempat mereka bersemayam dan berdiam diri dalam kedudukan keramat yang kita banggakan. 

Kini aku sadar, apa gunanya membaca, wawasan, pengetahuan jika hanya disimpan di otak dan kalbu semata. Bukankah saraf otakmu itu hanya hidup untuk sementara?

Seorang bijak pernah berkata: Menulislah, maka engkau akan menjadi bagian dari sejarah. 

Hari ini, adalah hari yang istimewa. Domain yang telah lama mati kini telah hidup kembali. Lahir kembali. Reinkarnasi dari yang dulu. Hadir kembali wadah untuk menyalurkan hasrat menulisku, nafsu pikiranku dan gairah kebahagiaanku.Tapi aku tidak akan meninggalkan hobi membaca, juga tidak mengabaikan hobi menulis. 

Aku akan tetap membaca, hingga mataku tak bisa lagi melihat kata-kata

Aku akan tetap menulis, sampai jariku tak mampu lagi terangkat ketika sholat.

Regards.


Share:

Thursday, 1 June 2017

Tahun Yang (Seharusnya) Produktif

Tidak terasa kita sudah sampai di pertengahan tahun 2017 ini. Waktu berjalan terlalu cepat sehingga aku pun belum sempat untuk melangsungkan mandi. heuheu. Baru setengah tahun berjalan, tapi sudah beribu masalah dunia hadapi, mulai dari ISIS yang semakin membrutal, berkembangnya isu-isu HOAX, dan yang paling hangat, terutama di Indonesia adalah konfrontasi atas nama agama dan etnis.

Saya setuju dengan pidato Presiden Jokowi dalam pembukaan Rakornas Pengawasan Intern Pemerintahan. Di dalam kesempatan tersebut, Pak Jokowi menyatakan alasan mengapa Indonesia begitu tertinggal saat ini. Nah salah satu faktor terbesarnya adalah masyarakat Indonesia masih suka berkutat dan memperdebatkan hal yang tidak produktif

Dan yang lebih menarik lagi, Pak Jokowi mengkomparasikan Indonesia dengan Amerika Serikat yang memiliki inovator bernama Elon Musk. Elon Musk merupakan inovator, sekaligus pengusaha, teknisi dan investor. Ia merupakan CEO dari perusahaan tekonologi SpaceX,Tesla Motor, Paypal dan berbagai perusahaan futuristik lainnya.

Nah kembali ke masalah di Indonesia, mengapa di Indonesia tidak bermunculan orang-orang seperti Elon Musk tersebut? 

Dalam suatu wawancara tv, Elon Musk menyatakan bahwa apabila sains dan agama bersatu, maka tidak akan bisa berkembang. Sains dan agama adalah suatu hal yang berbeda. Meminjam istilah dari biological ternama Stephen Jay, yakni Non Overlapping Magistaria (NOMA), yaitu 2 hal yang tidak bisa saling tumpang tindih.

Melihat dia sebagai orang Amerika dan berkata seperti itu, menurut saya wajar saja. Tapi saya tetap berkeyakinan bahwa sains dan agama tidak bisa dipisahkan dan dengan hadirnya agama bukan berarti sains tidak bisa berkembang. 

Harus kita mengerti bahwa perkembangan sejarah sains itu sendiri dipengaruhi oleh adanya agama dan selama perkembangannya beberapa kebudayaan menyatakan adanya keselasaran antara sains dan agama seperti yang terjadi di Andalusia. Orang-orang seperti Elon Musk hanya menitik beratkan sejarah peradaban barat dan gereja dalam menyimpulkan gagasan bahwa sains dan agama saling bertolak belakang. Nyatanya pada masa bani Umayyah, Abbasiyah dan Fatimiyah perkembangan ilmu sains berkembang sangat pesat.

Pada intinya, bagaimana bisa kita membicarakan Artificial Intellegent, Terraforming Planet Mars dan berbagai inovasi lainnya apabila masyarakat Indonesia masih mempercayai bahwa bumi itu datar dan memperdebatkannya.

Suatu hal yang tidak produktif bukan 

Regards from 0




Share:

Maaf, Aku Memilih Kiri Kawan

Bukan salahmu, kawan
5 tahun yang lalu aku mengambil jalan yang berbeda
Aku lebih memilih kiri dengan segala kesendiriannya

Bukan salahmu, kawan
Kau mengambil jalan yang tak sama denganku
Jalan kanan bersama kawan-kawan lain

Semua hanyalah pilihan
Yang akan kembali pada jalan yang sama
Jalan yang mempertemukan kita semua seperti sedia kala

Kelak,
Kita membawa cerita masing-masing
Suka duka masing-masing
Dan kisah aneh lainnya.

Tapi, sungguh sayang sekali
Aku merasa berbeda saat itu, terasing

Aku hanya bisa mendengarkan kisahmu
Lika-likumu bersama kawan-kawan sejalanmu
Yang terdengar seru sekali

Sementara dirimu, 
Bisa merasakan adegan sebenarnya
Mengetahui seluk-beluk kisah itu.
Seakan menjadi tokoh serba tahu

Memang benar,
Tertawa karena mendengarkan
Dan tertawa karena merasakan
Sungguh berbeda

Tapi itu bukan salahmu, kawan
Itu adalah salahku
Maaf, aku memilih kiri kawan


Warung Mbak Inge, 2 Juni 2017

Regards








Share:

Wednesday, 31 May 2017

Ekonomi Tidaklah Mudah

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena alhamdulillah di umur yang ke 17 ini saya masih diberikan kesempatan untuk bertemu bulan penuh keberkahan dan sedikit kelaparan, bulan Ramadhan. 

Hari dimana umat muslim diseluruh dunia berfastabikul khairat, memanen pahala di ladang mereka yang mulai berbuah. Tidak ada bulan yang lebih baik daripada bulan ramadhan, pada bulan inilah Al-Quran diturunkan yang kemudian kita kenal sebagai Nuzulul Quran.

Betapa mulianya bulan Ramadhan, heuheu

Mengawali bulan ramadhan di tahun ini, saya mendapatkan pengetahuan baru dan sangat urgent bagi saya sebagai calon pengusaha sukses heuheu. Pengetahuan ini saya dapatkan ketika mengikuti kajian shubuh bersama Profesor Candra Fajri di Masjid At Taqwa. 

Beliau merupakan pakar ekonomi di Universitas Brawijaya Malang.

Pada kesempatan yang mengantukkan tersebut, beliau bercerita panjang lebar mengenai ekonomi negara dan ekonomi islam. Gaya bicara beliau sangat menarik, dengan nada yang berat khas orang tua tetapi menghanyutkan dan berapi-api khas anak muda.

Salah satu hal yang baru saya tau adalah mengenai tanah wakaf, karena beliau menekuni bidang ekonomi, wajar jika beliau memahami dampak positif dan negatif serta cara mengakalinya. 

Jadi, ternyata, tanah wakaf itu, mau luasnya besar ataupun kecil, jika dalam jangka waktu tertentu tidak ada kegiatan yang berarti disana, maksudnya dibiarkan begitu saja. Maka, negara berhak mengambil alih tanah wakaf tersebut. 

Dan itu sudah diatur didalam undang-undang. Hebat bukan, heuheu

Oleh karena itu, bagi yang mempunyai tanah wakaf tapi masih nganggur, mending dimanfaatkan aja, mau ditanami apa gitu kek, atau disewakan juga bisa. Toh  kalo kita manfaatkan tanah tersebut, maka nilai tanahnya bisa naik. Dan itu benar-benar berdampak positif loh.

Selain itu, hal yang paling saya ingat adalah perihal LHKPN. Yakni Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. Yups, ini adalah suatu kewajiban bagi setiap pejabat negara, tak terkecuali.

Konon, katanya pengisisan LHKPN ini sangatl sulit, karena harus mendetail dan dapat dipertanggung jawabkan. Darimana uang ini berasal, terus dihabiskan buat apa. Semua sangat mendetail, ini mobil beli dimana dan pake uang siapa, tv itu juga pake uang siapa, dan lain-lain. Nyebai dah pokoknya.

Toh kalo laporannya palsu dan tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka orang tersebut bisa dipidana alias dipolisikan. Heuheu

Makanya, paling enak adalah menjadi pejabat kere, heuheu

Regards




Share:

Saturday, 13 May 2017

Cikal Bakal Cendekiawan

Dewasa ini, hampir segala sesuatu bisa dikendalikan secara mobile. Tak perlu repot-repot, tinggal mencet layar HP, insya allah keinginan bisa dikabulkan. Mulai dari ojek online, toko online, makanan online, pacar online dan lain sebagainya. Hari ini, saya mendapatkan pengetahuan baru dari seorang supir taksi online.

Seorang pria paruh baya, tampan dan luas wawasannya. Diliat dari wajahnya saja, sepertinya ia seorang mahasiswa yang nyambi cari uang dengan menjadi supir taksi online.

Ketika saya duduk dan mobil berjalan, tiba-tiba ia memulai percakapan tidak penting alias basa-basi dengan saya. Rupanya ia paham keadaan taksi yang hening dan ia berinisiatif memecahkan keheningan tersebut. Dasar anak muda huehue.

Ia bercerita panjang lebar dengan tema yang beragam, mulai dari pengalamannya menjadi supir taksi online, serta komentar-komentarnya mengenai Muhammadiyah dan NU yang dibumbui selera humoris.

Kalo orang NU itu suka guyon, kalo orang Muhammadiyah suka serius
Kalo orang NU itu suka pake sarung dan peci, kalo orang Muhammadiyah suka pake celana dan jas

Tapi kita patut bersyukur ada NU dan Muhammadiyah, karena dua ormas islam inilah melengkapi kehidupan beragama di Indonesia. Kalo NU tidak, Muhammadiyah iya, Kalo Muhammadiyah tidak, NU iya. Jadi klop dan saling melengkapi.

Konon katanya KH. Hasyim Asyari mendirikan NU karena salah satu faktor, yakni ingin menjaga tradisi nusantara agar tidak hilang. Nah sedangkan Muhammadiyah lebih kontemporer dan berpikir maju, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir lagi mengenai tradisi yang hilang dan ancaman masa depan.

Kembali lagi ke supir taksi tadi, ia juga sempat menginggung sekolah saya, Mu'allimin. Ia sangat kagum dan getol dengan sekolah yang ia beri label sekolah cikal bakal cendekiawan. 

Anak Mu'allimin itu sangat paham aqidah, akhlak, mana yang baik dan mana yang buruk, pokoknya segala hal tentang agama deh. 

Tapi walaupun paham, belum tentu mereka melaksanakannya loh, heuheu

Regards

Share: